Sinonim : Lumpy skin, mycotic dermatitis, cutaneous streptothricosis, strawberry foot root
Dermatophilosis adalah penyakit kulit yang ditandai dengan terjadinya keradangan bereksudat pada jaringan epidermis kulit diikuti terbentuknya keropeng-keropeng. Penyakit ini dapat bersifat akut maupun kronis dan dapat menyerang sapi, kambing, domba, kuda dan juga manusia.
Kejadian dermatophilosis diungkapkan pertama kali oleh Van Saceghem tahun 1915 dari satu kejadian penyakit kulit pada sapi di Kongo-Belgia (Afrika) yang pada saat itu disebut sebagai penyakit dermatose contagieuse. Kemudian penyakit ini dilaporkan tersebar luas ke seluruh dunia.
Kerugian ekonomis yang diakibatkan penyakit ini tergantung dari derajat kerusakan kulit yang terjadi dan distribusi geografis penyakit ini. Di daerah yang beriklim dingin, kejadian dermatophilosis umumnya hanya bersifat sporadik dan kerusakan kulit yang terjadi hanya ringan sehingga tidak menyebabkan kerugian ekonomis yang signifikan. Sebaiknya di daerah tropis dengan tingkat kelembaban tinggi sepertil di Afrika Barat dan Afrika Timur dermatophilosis menimbulkan perubahan klinis yang berat sehingga menyebabkkan kerugian ekonomis yang besar, termasuk penurunan berat badan, penurunan produksi susu, pengafkiran (culling) hewan yang terinfeksi sangat berat, dan kematian ternak.
ETIOLOGI
Dermatophilosis disebabkan oleh bakteri Dermatophilus congolensis, yang termasuk di dalam genus Dermatophilaceae dari ordo Actinomycetales. Bakteri ini termasuk Gram positif dan dalam perkembangannya membentuk struktur yang merupakan bentuk khas berupa filamen memanjang yang terdiri dari deretan kokus yang berjajar dua, empat, atau empat kokus. Kokus-kokus tersebut akan berkembang menjadi zoospora berflagella yang merupakan bentuk infektif dari D.congolensis.
Zoospora dapat bertahan hidup selama beberapa tahun di dalam keropeng kudis yang kering pada suhu lingkungan 28-31°C. Zoospora akan aktif keluar dari keropeng/kudis (scab) apabila terjadi kontak dengan air atau dalam kondisi kelembaban udara yang tinggi.
D.congolensis tumbuh pada media yang mengandung darah atau serum pada suhu 37 °C selama 24-48 jam. Bentuk koloni yang tumbuh bervariasi tetapi umumnya berbentuk bulat dengan pinggir yang tidak rata (1-2 mm), berwarna putih keabu-abuan sampai kekuningan pada biakan yang lebih tua. Tetapi terkadang koloni berkeriput dan kering serta mencengkeram kuat pada media padat, menghemolisis sel darah merah (B.hemolisis) terutama sel darah merah kuda. Bakteri ini tidak tumbuh pada media biakan jamur seperti media Sabouroud Dextrose Agar (SDA).
Sifat biokimiawi D.congolensis antara lain adalah menghidrolisis urea, memfermentasi glukosa, fruktosa, maltosa, tidak memfermentasi sukrosa salisin dan xylosa serta membentuk indol.
EPIDEMIOLOGI
Spesies rentan
Sapi, domba, kambing dan kuda pada segala tingkat umur, jantan maupun betina peka terhadap dermatophilosis. Manusia juga dapat terinfeksi oleh D.congolensis.
Pengaruh Lingkungan
Dermatophilosis termasuk penyakit musiman yaitu sering terjadi pada saat musim hujan. Di samping itu cara pemeliharaan komunal atau ekstensif di padang pengembalaan akan meningkatkan resiko infeksi D.congolensis.
Sifat Penyakit
Di negara-negara yang beriklim dingin, kejadian dermatophilosis umumnya hanya bersifat sporadik, sedangkan di negara-negara tropis dengan tingkat kelembaban tinggi, penyakit ini bersifat endemis dengan morbidity rate sampai 80%.
Cara Penularan
Penularan penyakit antar hewan terjadi melalui kontak langsung atau secara tidak langsung melalui gigitan lalat penggigit (Stomoxys calcitrans dan Tabanus). Di negara-negara Afrika cara penularan juga ditengarai melalui caplak Ambyomma variegatum.
PENGENALAN PENYAKIT
Gejala Klinis
Tanda klinis yang paling menonjol diawali dengan terjadinya peradangan bereksudat pada lapisan epidermis kulit yang kemudian berkembang menjadi papula dan pustula. Papula dan pustula ini akhirnya membentuk keropeng/kudis (scab) yang kering, tebal, keras dengan tepi yang tidak teratur. Lesi-lesi tersebut melekat sangat kuat pada permukaan dan apabila kudis/keropeng tersebut di lepas dari permukaan kulit maka akan tampak berwarna kemerahan sampai perdarahan pada permukaan kulit tersebut. Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya pada musim kemarau. Tetapi tidak jarang dilaporkan penyakit ini tetap persisten selama musim kemarau.
Kudis/keropeng pada sapi dapat bersifat lokal di bagian-bagian tertentu tubuh seperti pada daerah kepala, leher, punggung, kaki atau dapat menyebar luas di seluruh tubuh sehingga kulit akan tampak sangat kasar. Kelainan kulit ini umumnya tidak disertai rasa gatal (pruritis) seperti halnya pada kelainan kulit akibat parasit atau jamur.
Kejadian dermatophilosis diungkapkan pertama kali oleh Van Saceghem tahun 1915 dari satu kejadian penyakit kulit pada sapi di Kongo-Belgia (Afrika) yang pada saat itu disebut sebagai penyakit dermatose contagieuse. Kemudian penyakit ini dilaporkan tersebar luas ke seluruh dunia.
Kerugian ekonomis yang diakibatkan penyakit ini tergantung dari derajat kerusakan kulit yang terjadi dan distribusi geografis penyakit ini. Di daerah yang beriklim dingin, kejadian dermatophilosis umumnya hanya bersifat sporadik dan kerusakan kulit yang terjadi hanya ringan sehingga tidak menyebabkan kerugian ekonomis yang signifikan. Sebaiknya di daerah tropis dengan tingkat kelembaban tinggi sepertil di Afrika Barat dan Afrika Timur dermatophilosis menimbulkan perubahan klinis yang berat sehingga menyebabkkan kerugian ekonomis yang besar, termasuk penurunan berat badan, penurunan produksi susu, pengafkiran (culling) hewan yang terinfeksi sangat berat, dan kematian ternak.
ETIOLOGI
Dermatophilosis disebabkan oleh bakteri Dermatophilus congolensis, yang termasuk di dalam genus Dermatophilaceae dari ordo Actinomycetales. Bakteri ini termasuk Gram positif dan dalam perkembangannya membentuk struktur yang merupakan bentuk khas berupa filamen memanjang yang terdiri dari deretan kokus yang berjajar dua, empat, atau empat kokus. Kokus-kokus tersebut akan berkembang menjadi zoospora berflagella yang merupakan bentuk infektif dari D.congolensis.
Zoospora dapat bertahan hidup selama beberapa tahun di dalam keropeng kudis yang kering pada suhu lingkungan 28-31°C. Zoospora akan aktif keluar dari keropeng/kudis (scab) apabila terjadi kontak dengan air atau dalam kondisi kelembaban udara yang tinggi.
D.congolensis tumbuh pada media yang mengandung darah atau serum pada suhu 37 °C selama 24-48 jam. Bentuk koloni yang tumbuh bervariasi tetapi umumnya berbentuk bulat dengan pinggir yang tidak rata (1-2 mm), berwarna putih keabu-abuan sampai kekuningan pada biakan yang lebih tua. Tetapi terkadang koloni berkeriput dan kering serta mencengkeram kuat pada media padat, menghemolisis sel darah merah (B.hemolisis) terutama sel darah merah kuda. Bakteri ini tidak tumbuh pada media biakan jamur seperti media Sabouroud Dextrose Agar (SDA).
Sifat biokimiawi D.congolensis antara lain adalah menghidrolisis urea, memfermentasi glukosa, fruktosa, maltosa, tidak memfermentasi sukrosa salisin dan xylosa serta membentuk indol.
EPIDEMIOLOGI
Spesies rentan
Sapi, domba, kambing dan kuda pada segala tingkat umur, jantan maupun betina peka terhadap dermatophilosis. Manusia juga dapat terinfeksi oleh D.congolensis.
Pengaruh Lingkungan
Dermatophilosis termasuk penyakit musiman yaitu sering terjadi pada saat musim hujan. Di samping itu cara pemeliharaan komunal atau ekstensif di padang pengembalaan akan meningkatkan resiko infeksi D.congolensis.
Sifat Penyakit
Di negara-negara yang beriklim dingin, kejadian dermatophilosis umumnya hanya bersifat sporadik, sedangkan di negara-negara tropis dengan tingkat kelembaban tinggi, penyakit ini bersifat endemis dengan morbidity rate sampai 80%.
Cara Penularan
Penularan penyakit antar hewan terjadi melalui kontak langsung atau secara tidak langsung melalui gigitan lalat penggigit (Stomoxys calcitrans dan Tabanus). Di negara-negara Afrika cara penularan juga ditengarai melalui caplak Ambyomma variegatum.
PENGENALAN PENYAKIT
Gejala Klinis
Tanda klinis yang paling menonjol diawali dengan terjadinya peradangan bereksudat pada lapisan epidermis kulit yang kemudian berkembang menjadi papula dan pustula. Papula dan pustula ini akhirnya membentuk keropeng/kudis (scab) yang kering, tebal, keras dengan tepi yang tidak teratur. Lesi-lesi tersebut melekat sangat kuat pada permukaan dan apabila kudis/keropeng tersebut di lepas dari permukaan kulit maka akan tampak berwarna kemerahan sampai perdarahan pada permukaan kulit tersebut. Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya pada musim kemarau. Tetapi tidak jarang dilaporkan penyakit ini tetap persisten selama musim kemarau.
Kudis/keropeng pada sapi dapat bersifat lokal di bagian-bagian tertentu tubuh seperti pada daerah kepala, leher, punggung, kaki atau dapat menyebar luas di seluruh tubuh sehingga kulit akan tampak sangat kasar. Kelainan kulit ini umumnya tidak disertai rasa gatal (pruritis) seperti halnya pada kelainan kulit akibat parasit atau jamur.
Pada kambing, kudis/keropeng umumnya bersifat lokal pada sekitar mulut, leher, punggung, tapak kaki dan pada daerah abdominal, sedangkan pada domba, kudis sering dijumpai pada telinga, hidung, kepala dan kaki (strawberry footrot).
Kelainan kulit pada kuda sering terjadi sepanjang punggung dan sisi kanan-kiri (flank). Juga pada daerah sekitar ekor sampai kaki sehingga terkadang menyebabkan kepincangan.
Apabila kelainan kulit yang terjadi sangat berat tersebar diseluruh tubuh maka hewan akan tampak depresi, tidak ada nafsu makan, kehilangan berat badan, demam dan mengalami lymphodenopathy.
Kelainan kulit pada kuda sering terjadi sepanjang punggung dan sisi kanan-kiri (flank). Juga pada daerah sekitar ekor sampai kaki sehingga terkadang menyebabkan kepincangan.
Apabila kelainan kulit yang terjadi sangat berat tersebar diseluruh tubuh maka hewan akan tampak depresi, tidak ada nafsu makan, kehilangan berat badan, demam dan mengalami lymphodenopathy.
Patologi
Pada kejadian kematian hewan akibat dermatophilosis, perubahan yang paling menciri adalah peradangan kulit (dermatitis) disertai keropeng/ kudis yang sangat ekstensif.
Secara histopatologi tampak adanya penebalan lapisan dermis kulit yang dipenuhi oleh sel-sel radang terutama neutrofil pada awal infeksi. Sedangkan jaringan atau organ lain umumnya tidak terjadi perubahan patologis yang menciri.
Diagnosa
Peneguhan diagnosa terhadap penyakit ini didasarkan pada perubahan klinis yang terjadi pada hewan, pemeriksaan mikrospkopis terhadap preparat ulas langsung (direct smear) dari keropeng/kudis dan didukung oleh temuan struktur khas bakteri D.congolensis secara mikroskopis yaitu bentuk filamen memanjang yang terdiri dari kokus-kokus yang tersusun berjajar dua atau lebih kokus seperti bentuk tangga dimana anak tangga diibaratkan kokus-kokus tersebut. Gambaran mikroskopis tersebut
merupakan hasil dari pemeriksaan preparat ulas spesimen keropeng yang kemudian diwarnai dengan Giemsa, methyelen blue atau carbol fuchsin. Meskipun demikian untuk peneguhan diagnosa lebih lanjut dapat dilakukan isolasi bakteri dengan melakukan penanaman pada media agar darah.
Diagnosa Banding
Beberapa penyakit kulit yang sering dikelirukan dengan dermatophilosis antara Iain mycotic dermatitis.
PENGENDALIAN
Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian preparat tetracycline, penicilline- streptomycine.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2011. The Merck Veterinary Manual 11th Edition, Merek & CO, Inc Rahway, New Jersey, USA.
Anonim 2004. Bovine Medicine Diseases and Husbandry of Cattle 2nd Edition.
Andrews AH, Blowey RW, Boyd H, Eddy RG Ed. Blackwell Science Ltd. Blackwell Publishing Company Australia.
Direktur Kesehatan Hewan, 2002. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta Indonesia.
Plumb DC 1999. Veterinary Drug Handbook. 3rd Edition. Iowa State University
Press Ames.
Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJC, Leonard FC and Maghire D 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Science Ltd. Blackwell Publishing Company Australia.
Radostids OM and DC Blood 1989. Veterinary Medicine A Text Book of the Disease of Cattle, Sheep, Pigs, Goats and Horses. 7th Edition. Bailiere Tindall. London England.
Smith BP 2002. Large Animal Internal Medicine. Mosby An Affiliate of Elsevier Science, St Louis London Philadelphia Sydney Toronto.
Subronto dan Tjahajati 2008. Ilmu Penyakit Ternak III (Mamalia) Farmakologi Veteriner: Farmakodinami dan Farmakokinesis Farmakologi Klinis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.
Subronto 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mamalia) Penyakit Kulit (Integumentum) Penyakit-penyakit Bakterial, Viral, Klamidial, dan Prion. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia