Penyakit Streptoccosis pada Babi

A. PENDAHULUAN

Streptococcosis pada babi dalam hal ini dibatasi hanya pada penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus sp. yang ditandai dengan adanya poliartritis, septikemia dan meningitis. Penyakit ini menimbulkan kerugian berupa kematian, baik pada anak babi maupun babi dewasa, biaya pengobatan yang tinggi dan bersifat zoonotik. Pada manusia, Streptococcus suis dapat menimbulkan septikemia, meningitis dan endokarditis.

B. ETIOLOGI

Penyebab streptococcosis pada babi adalah Streptococcus equi subspesies zooepidemicus (Str.zooepidemicus) dan Streptoccocus suis (Str.suis) tipe 2. Str.zooepidemicus termasuk dalam grup Lancefield’s C, sedangkan Str.suis termasuk dalam grup Lancefield’s D.

Str.zooepidemicus dan Str.suis tumbuh subur pada media agar darah dalam waktu 24 jam, dan membentuk koloni sangat mukoid, bening kekuningan, cemerlang, namun cepat berubah menjadi kasar dan memproduksi zona haemolitika. Str. zooepidemicus membentuk zona hemolitika beta, sedangkan Str.suis membentuk zona hemolitika alfa. Di bawah mikroskop cahaya terlihat berbentuk kokus dan berantai, bersifat Gram positif. Uji katalase dan oksidase, negatif untuk kedua Streptococcus. Dari usapan organ terinfeksi secara mikroskopis terlihat morfologi seperti diplokokus dan kadangsendiri (monokokus), bakteri ini tidak tumbuh pada media agar Mac Conkey.

Str.zooepidemicus memfermentasi maltosa, sukrosa, glukosa, laktosa dan sorbitol, namun tidak mampu memecah trehalosa, mannitol, rafinosa, inulin, eskulin, xylosa, arabinosa dan dulsitol. Sedangkan Str.suis menfermentasi trehalosa, laktosa, rafinosa, inulin, namun tidak menfermentasi sorbitol dan manitol. Baik Str.zooepidemicus maupun Str.suis dapat ditemukan pada tonsil dan lubang hidung babi sakit maupun sehat (carrier).

Secara umum bakteri Streptococcus sp. mati pada suhu 56 °C dalam waktu 30 menit. Dengan desinfektan yang biasa dipergunakan, bakteri ini akan mati, tetapi dapat hidup beberapa bulan dalam debu di dalam gedung yang tidak dibersihkan dengan desinfektan.

C. EPIDEMIOLOGI

1. Spesies rentan

Babi merupakan hewan paling rentan terhadap infeksi Str. zooepidemicus dan Str.Suis. Kuda dilaporkan peka terhadap infeksi Str. zooepidemicus. Tikus putih (mencit) merupakan hewan percobaan yang sangat peka terhadap Str.zooepidemicus maupun Str.suis.

2. Pengaruh Lingkungan

Lalu lintas babi hidup dari daerah tertular ke daerah bebas, memegang peran penting dalam penularan penyakit. Pembuangan limbah sisa pemotongan babi secara sembarangan (misalnya ke selokan atau sungai) mempunyai potensi besar dalam menyebarkan penyakit.

3. Sifat Penyakit

Streptococcosis cenderung bersifat epidemik apabila terjadi di daerah baru, kemudian beralih menjadi endemik atau sporadik setelah dilakukan tindakan pengamanan.

Di daerah baru angka kesakitan dapat mencapai Iebih dari 70 % dan angka kematian sekitar 30 %. Namun, bila dilakukan diagnosa secara tepat, pada umumnya angka kesakitan maupun angka kematian menurun drastis.

4. Cara Penularan

Penularan penyakit umumnya terjadi melalui mulut atau per os, melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh ekskreta dari penderita, dan melalui bahan sisa pemotongan hewan yang mencemari lingkungan. Penularan dapat pula terjadi per inhalasi, terutama pada kawanan babi yang dikandangkan dalam jumlah besar. Babi yang menyimpan Str.suis atau Str. zooepidemicus dalam tonsil atau lubang hidung dapat bertindak sebagai carrier, dan pada kondisi tertentu dapat menyebarkan ke babi lain, misalnya pada keadaan stress karena transportasi, kandang terlalu padat, ventiIasi buruk, dan lain-lain.

D. PENGENALAN PENYAKIT

1. Gejala Klinis

Streptococcosis yang disebabkan oleh Str.zooepidemicus maupun Str.suis tipe 2 mempunyai gejala klinis serupa. Gejala yang menonjol adalah kebengkakan pada sendi kaki depan maupun belakang. Kebengkakan ini umumnya bersifat tunggal, tetapi dapat pula Iebih dari satu kaki yang terserang. Suhu rektal babi meningkat dan tidak mau makan. Kemerahan pada kulit sering terlihat baik pada babi putih maupun hitam, diikuti dengan gejala syaraf, ingusan don ngorok. Beberapa kasus memperlihatkan gejala konstipasi. Batuk darah kadang ditemukan beberapa saat sebelum hewan mati. Apabila babi dapat melampaui masa akut, terlihat gejala kelumpuhan, dan kaki nampak diseret sewaktu berjalan.

2. Patologi

Kondisi umum babi biasanya masih bagus. Darah segar sering terlihat pada mulut dan hidung. Kulit hiperemik. Sendi kaki membengkak; bila dibuka terlihat cairan radang bening kekuningan dan erosi pada kedua ujung tulang yang membentuk sendi. Kelenjar limfe membengkak, mengalami edema dan berwama merah kehitaman. Pembengkakan juga ditemukan pada limpa.

Pada usus ditemukan enteritis kataralis. Dalam rongga perut sering ditemukan peritonitis dan timbunan cairan asites. Paru mengalami edema dan perdarahan ptekhi multifokal, bronkopneumonia atau pleuropneumonia berfibrin. Pada endokardium dan epikardium kadang terlihat perdarahan ptekhi, serta perikarditis juga sering ditemukan. Ginjal mengalami kongesti, mukosa vesika urinaria mengalami perdarahan ptekhi. Perubahan lain yang sering ditemukan adalah kongesti pada otak dan peradangan selaput otak (meningitis).

3. Diagnosa

Diagnosa streptococcosis pada babi secara klinis tidak mudah dilakukan karena banyak kemiripannya dengan penyakit lain, untuk itu isolasi dan identifikasi penyebabnya mutlak diperlukan.

4. Diagnosa banding

Gejala Klinis berupa kemerahan pada kulit dapat dikelirukan dengan hog cholera maupun erysipelas pada babi. Suara ngorok yang kadang terjadi dapat dikelirukan dengan Pasteurellosis pada babi.

E. PENGENDALIAN

1. Pengobatan

Pengobatan yang paling efektif adalah dengan preparat penisilin. Disamping itu oxytetracyclin dan kanamycin juga cukup efektif untuk pengobatan streptococcosis pada babi.

2. Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan

Sampai saat ini belum ada vaksin untuk streptococcosis. Beberapa percobaan yang penah dilakukan mengungkapkan bahwa antibodi yang ditimbulkan oleh vaksin streptoccus tidak berlangsung lama.

Oleh karena itu pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang, tempat pakan dan minuman. Pemberian pakan berasal dari Iimbah hewan sakit harus dihindari.


F. DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2011. The Merck Veterinary Manual 11th Edition, Merek & CO, Inc

Rahway, New Jersey, USA.

Anonim 2004. Bovine Medicine Diseases and Husbandry of Cattle 2nd Edition.

Andrews AH, Blowey RW, Boyd H, Eddy RG Ed. Blackwell Science Ltd. Blackwell Publishing Company Australia. Dartini N L, Soeharsono, E I G A., Dibia N, Suendra, N, Suka, N. dan Suparta, N 1994. Karateristik Streptococcus sp. yang diisolasi dari letupan penyakit pada babi dan kera di Propinsi Bali. Makalah pada Seminar Kongres PDHI ke XII di Surabaya, 21-24 Nopember 1994.

Direktur Kesehatan Hewan 2002. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta Indonesia.

Kementan, 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia

Mwaniki, C G, Robertson’s ID, dan Hampson D J 1992. Streptococcus suis type 2: Result of field studies in Western Australia. Australian Association of Pig Veterinarians. Adelaide Proceedings 1992, hal.:73-77.

Plumb DC 1999. Veterinary Drug Handbook. 3rd Edition. Iowa State University Press Ames.

Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJC, Leonard FC and Maghire D 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Science Ltd. Blackwell Publishing Company Australia.

Radostids OM and DC Blood 1989. Veterinary Medicine A Text Book of the Disease of Cattle, Sheep, Pigs, Goats and Horses. 7th Edition. Bailiere Tindall. London England.

Smith BP 2002. Large Animal Internal Medicine. Mosby An Affiliate of Elsevier Science, St Louis London Philadelphia Sydney Toronto.

Subronto dan Tjahajati 2008. Ilmu Penyakit Ternak III (Mamalia) Farmakologi Veteriner: Farmakodinami dan Farmakokinesis Farmakologi Klinis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.

Subronto 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mamalia) Penyakit Kulit (Integumentum) Penyakit-penyakit Bakterial, Viral, Klamidial, dan Prion. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.