Penyakit Blackleg

Blackleg disebut juga Radang paha merupakan penyakit infeksi, tidak menular secara kontak, menyerang hewan ruminansia yang ditandai dengan gangrene otot dan miositis emphysematosa terbatas,penyebabnya adalah clostridium Chauvoei.Penyakit Randang paha ditemukan di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Clostridium Chauvoei bisa membentuk sporan sehingga tahan terhadap pengaruh fisisk maupun kimiawi (Walker, P.D. 1990).


Menurut Subronto 1995, Penyakit Blackleg sering menyerang domba, sapi dan kadang -kadang kambing, babi dan rusa bersifat akut dengan tanda khas terjadinya kebengkakan serohaemorhagikdisertai kripitasi dari otot – otot tebal terutama otot paha.Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Clostridium chauvoei dengan nama lainnya adalah Clostridium faseri. Selain clostridium chauvoei, radang paha juga disebabkan oleh clostridium septicum miskipun kejadiannya langka. Kejadian penyakit kebanyakan terjadi dalam waktu yang pendek secara spontan dan penderita jarang yang mengalami kesembuhan.

Radang paha atau blackleg pada sapi berakibat kepincangan dan radang yang hebat pada bagian paha,Kejadian penyakit radang paha di Indonesia pertama sekali dilaporkan di Subang pada tahun 1907, pada waktu itu dilaporkan 30 ekor sapi menunjukan gejala pincang dan mati secara tiba-tiba. Berdasarkan kejadianpenyakit radang paha bersifat endemik antara lain di Yogjakarta, Surakarta,Madiun, dan beberapa daerah di jawa Timur.Penularan penyakit terjadi melalui spora yang termakan oleh hewan dan biasanya menyerang sapi muda umur 8-18 bulan (Anonimous, 2007).

ETIOLOGI

Penyebab dari radang paha adalah kuman Clostridium chauveoi. Pada banyak kasus penyakit jenis kuman ini juga ditemukan bersamaan dengan klostridia lainnya, terutama Cl. Septicum dan Cl. Novyi. Dalam keadaan tertentu saja di dalam paha si penderita terkadang hanya ditemukan Cl. Septicum secara murni.

EPIDEMIOLOGI

Penyebab penyakit ini merupakan kuman yang dapat bertahan di dalam tanah, sehingga penyakit ini dikenal sebagai penyakit tanah (bodem ziekte, Belanda). Penyakit radang paha biasanya ditemukan pada sapi yang berumur 6-18 bulan, meskipun kadang-kadang juga ditemukan pada hewan-hewan yang lebih tua. Jarang menyerang pedet karena pada pedet sudah terdapat imun dalam beberapa bulan setelah kelahiran, yang mungkin disebabkan karena adanya imunisasi pasif yang berasal dari induknya.

Hewan ternak yang rentan terhadap penyakit radang paha adalah sapi d an domba, sedangkan kerbau meskipun rentan tetapi secara alamiah jarang terkena.Saelain itu kejadian penyakit ini pada kambing, rusa, kuda dan babi pernah dilaporkan.Hewan percobaan yang rentan adalah marmot dan hamster, sedangkan untuk menimbulkan infeksi pada kelinci diperlukan dosis yang tinggi,Pada domba dapat terjadi pada semua umur, sedangkan pada sapi terutama pada umur 6 bulan sampai 2 tahun.

Radang paha biasanya merupakan penyakit yang ditemukan padang pengembalaan, meskipun kadang-kadang juga terdapat pada hewan muda yang bebas di dalam kandang. Padang pengenmbalaan di daerah hilir sungai sering membahayakan ternak-ternak. Biasanya sering terjadi setelah banjir. Di Indonesia setidaknya di pulau Jawa, kejadian penyakit radang paha pada sapi sering ditemukan terutama pada tahun 1960.

PATOGENESA

Pada domba yang mengalami infeksi biasanya melalui luka-luka yang terdapat di kulit, sedangkan pada sapi bisanya tanpa melalui luka. Sapi sehat dapat membebaskan spora kuman secara laten tanpa mampu menghasilkan kekebalan dalam jaringan. Lesi yang terdapat pada jaringan lunak dibawah kulit biasanya ditemukan tanpa diikuti kerusakan pada kulitnya sendiri.

Luka trauma pada jaringan subkutis dan otot mungkin menyebabkan terjadinya pendarahan yang akan mampu mengakibatkan penurunan potensi reduktasi-oksidasi dari jaringan. Selanjutnya, akan merangsang terjadinya perubahan spora yang awalnya tenang menjadi kuman yang agresif menghasilkan toksin dan mampu berkembang biak dengan cepat (Subronto, 2003).

GEJALA KLINIS

Seringkali pada awalnya hewan tidak menunjukan gejala - gejala yang nampak untukdiamati, dan menyebabkan kematian terutama pada hewan di padang pengembalaan. Ada juga yang menunjukan gejala-gejala seperti demam tinggi, kurang nafsu makan,depresi, kepincangan dan diikuti oleh pembengkakan yang muncul dari dalam otot seperti pinggul, panggul, dada atau bahu.Bagian yang mengalami pembengkakan menyebar dan mempunyai konsistensi yang lembek, menghasilkan karakteristik yang berderak apabila ditekan dengan tangan hal ini desebabkan oleh adanya gas dibawah kulit (Anonimous, 2007).
Bangkai hewan yang mati karena penyakit blackleg akan mengalami pembusukan yang sangat cepat, kaki –kaki menjulur dan kaku, mulut berbusa, keluar darah dari anus dan lubang hidung, pembenmgkakan dibawah kulit yang apabila di buka terdapat caira dan gas.Menurut Smith (1996) gejala klinis yang mencolok adalah pada pangkal kaki belakang yang terserang dengan gejala awal pincang diikuti terbentuknya peradangan di bagian atas kaki yang meluas secara cepat. Jaringan yang terserang jika diraba berkrepitasi yang disebabkan penumpukan gas di bawah kulit. Timbul demam yang tinggi dan pernafasan meningkat, hewan terdengar mendengkur dengan gigi gemertak.

Kematian terjadi mendadak antara 1-2 hari setelah timbul gejala serta dapat terjadi pendarahan pada hidung dan dubur.Pemeriksaan sediaan ulas darah secara cepat dapat membedakan dengan penyakit antraks,pengendalian dan pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi masal di daerah tertular setiap tahun untuk ternak umur 6 bulan sampai 3 tahun. Pengobatan hewan sakit dapat dilakukan dengan suntikan penisilin dosis tinggi. Hewan yang mati karena radang paha dilarang dipotong untuk dikonsumsi dagingnya. Bangkai dimusnahkan, kandang serta peralatan disucihamakan dengan desinfektan (Anton, 2004).

Menurut Floyd(1994), penyakit ini diawali dengan kepincangan, kehilangan nafsu makan, demam dan depresi. Hewan akan mati dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah menunjukan gejala sakit, Pengobatan dengan menggunakan penicillin dosis yang tepat akan membantu proses penyembuhan.Hewan yang sembuh dan bertahan hidup kemungkinan akan menderita deformitas permanen, Pada hewan yang mati karena penyakit blackleg ditemukan lesi dan pembengkakan jaringan otot yang terkena (kaki, leher, pinggul, dada, bahu, punggung atau di tempat lain), pada bagian yang mengalami pembengkakan akan menimbulkan penumpukan gas yang merupakan akibat dari akumulasi cairan, yang diproduksi oleh bakteri clostridium chaunvoei. Pengaruh dari penimbunan gas dapat dirasakan apabila ditekan, bergerak dan menimbulkan suara yang berderik di bawah kulit (Anonimous, 2004).

DIAGNOSA

Peneguhan diagnose dapat dilakukan secara FAT menggunakan specimen berupa usapan jaringan dari lesi yang dicurigai ,deteksi antigen dengan cara ini mempunyai akurasi tinggi dan dapat dilakukandalam tempo singkat.Anti serum dari jenis hewan yang terserang yang di label dengan fluorescein dapat diperoleh secara komersial (Anonimous, 2006).

Isolasi bakteri clostridium chauvoeidapat dilakukan dari potongan jaringan yang dicurigai dan dipupuk pada agar darah dalam suasana anaerobic.Apabila ditemukan koloni yang dicurigai, dilanjutkan dengan pemupukan dalam media thioglycolate dan cooked meat medium. Sebagian dari potongan jaringan dapat disuspensikan dalam broth untuk mengisolasi hewan percobaan (marmot), inokulasi dilakukan padakaki belakang, apabila terlihat adanya infeksi atau marmot mati dibuat preparat usap dari hati atauotot untuk pemeriksaan mikroskopis dan dipupuk pada agar darah secara anaerobic.Koloni yang dicurigai dipupuk pada media thioglycolate dan cooked meat medium (Subronto, 1995).

PENGENDALIAN

Usaha pengobatan untuk penyakit ini kurang menguntungkan. Maka hanya dapat dilakukan pengendalian seperti:

1.Memindahkan hewan dari padan rumput ke kandang yang lebih kecil dan aman sehingga mereka dapat diamati secara teliti.

2.Vaksinasi, kebanyakan sapi divaksin pada saat berusia beberapa bulan sampai 8 bulan. Vaksinasi bersifat unik karena vaksin yang tersedia memiliki sistem imunitas yang tinggi sedangkan harga sangat murah.

3.Semua hewan secara serentak diberi suntikan pencegahan dengan menggunakan penisilin dan benzatin penisilin. Suntikan pencegahan dapat mencegah timbulnya penderita baru meskipun bahaya penularan tetap mengancam menjelang akhir minggu pertama saatantibiotik sudah menghilang, sementara kekebalan yang ditimbulkan belum cukup kuat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2004. Guide to Good Dairy Farming Practice 2004. A joint publication of the International Dairy Federation and the Food and Agriculture Organization of the United Nations Rome, January 2004

Anonimus, 2006. Statistik Pertanian 2006, Pusat Data dan Informasi Deptan, Deptan.

Anonimus, 2007. https://www.depkop.go.id/sipp-kukm/

Anton, A. 2006. Rencana Pembangunan Pertanian 2005-2009, Departemen Pertanian

Annida Online : https://www.ummigroup.co.id/ Selasa, 18 Januari 05

Floyd, James G., Jr., 1994. Blackleg and Other Clostridial Diseases in Cattle. Alabama Cooperative Extension System. ANR-0888. Auburn, Alabama.

Smith, Bradford. 1996. Large Animal Internal Medicine. pg. 1507-1509. Saint Louis. Mosby-Year Book, Inc.

Subronto, 1995. Ilmu penyakit ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Subronto . 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mammalia) I. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Texas Agriculture Extension Service. Blackleg and Clostridial Diseases. The Texas A&MUniversity system. BCM-31A. collage Station, texas.

Walker, P.D. (1990). Clostridium dalam diagnostic Procedures in Veternary Bacteriology and Mycology. Editor: Carter, G.R, dan Cole Jr, J.R. Academic Press Inc. Harcourt Brace Jovanovich, Publishers,hal 229-251