Penyakit Ringworm

Sinonim: Dermatomycosis, Tinea, Favus unggas, Kurap, Tinea, Trichophytosis

A. PENDAHULUAN

Ringworm adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cendawan yang bersifat keratinofilik pada permukaan kulit atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku, rambut dan tanduk) baik pada hewan maupun manusia. Beberapa spesies cendawan bersifat zoonosis karena hewan penderita dapat merupakan sumber penularan pada manusia dan sebaliknya. Mortalitas penyakit rendah, namun kerugian ekonomis dapat terjadi karena mutu kulit yang menurun atau berat badan turun karena hewan selalu gelisah. Penyakit ini sering dijumpai pada hewan yang dipelihara secara bersama-sama dan merupakan penyakit mikotik yang tertua di dunia.

Penyakit kulit ini dinamakan ringworm karena pernah diduga penyebabnya adalah worm dan karena gejalanya dimulai dengan adanya peradangan pada permukaan kulit yang bila dibiarkan akan meluas secara melingkar seperti cincin.

B. ETIOLOGI

Cendawan penyebab penyakit ini termasuk dalam kelompok Dermatophyta. Terdapat empat genus, yaitu Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton, Keratinomyces, namun yang menyebabkan penyakit pada hewan adalah Trichophyton dan spesies Trichophyton verrucosum, T.mentagrophytes dan T.megninii dan genus Microsporum. Lebih dari 90% kasus pada kucing disebabkan oleh M.canis.

Di negara-negara yang berikilim tropis atau dingin, kejadian Ringworm lebih sering karena dalam bulan-bulan musim dingin, hewan selain kurang menerima sinar matahari secara langsung juga sering bersama-sama di kandang sehingga kontak langsung diantara sesama individu lebih sering terjadi. Penyebaran penyakit dapat terjadi karena kontak langsung dengan hewan atau patahan bulu yang terinfeksi.

Pada dasarnya cendawan diklasifikasikan berdasarkan habitat, spesies yang diserang, lokasi spora pada rambut, sifat pertumbuhan, dan lokasi tempat tumbuhnya.
a. Habitat : geofilik yang terdapat dalam tanah dan keratinofilik yang terdapat pada jaringan yang membentuk keratin (epitel, tanduk, rambut, kuku).
b. Spesies : anthropofilik menyerang manusia dan zoofilik menyerang hewan
c. Lokasi spora pada rambut : eksotriks berlokasi di luar dan endotriks di dalam rambut.
d. Pertumbuhan pada kultur : berdasarkan sifat pertumbuhannya di dalam kultur
e. Lokasi pada tubuh : seluruh permukaan tubuh.

C. EPIDEMIOLOGI

1. Spesies rentan
Ringworm dapat menginfeksi hewan antara lain sapi, kuda, anjing, kucing dan unggas, demikian pula dapat menyerang manusia. Banyak jenis Ringworm yang sangat kontagius, yaitu ringworm pada kucing, anjing, kuda dan sapi mudah menular ke manusia.

Hewan lain yang rentan terhadap cendawan ini antara lain kelinci, cavia, chinchillas, mencit, rat, kalkun, kera. Kadang-kadang terjadi pada oposum, tikus air dan jarang pada babi, kambing, burung liar, keledai.

2. Pengaruh Lingkungan
Ringworm tersebar luas di negara tropis, beriklim panas atau sedang terutama jika udara lembab. Walau demikian distribusi geografis penyakit ini bervariasi. Di negara yang mempunyai 4 musim, kasus yang paling sering terjadi pada musim dingin dan musim semi. Menurut British report, hal ini merupakan indikasi adanya variasi dalam musim. Di samping itu ada perbedaan geografis yang menarik yang berhubungan dengan penyakit endemik Dermatophyton dimana Microsporum canis merupakan agen penyebab kurang lebih 95 % pada kucing dan 70 % pada anjing di Amerika utara.

3. Sifat Penyakit
Ringworm cepat menular di antara kelompok hewan (morbiditas tinggi) dengan mortalitas yang rendah. Zoofilik dermatophytosis dapat menyebabkan epidemik pada manusia. Kaplan dkk melaporkan bahwa dari 360 anjing penderita ringworm, 10 % pemiliknya mengalami infeksi, demikian juga 30 % pemilik kucing yang terinfeksi menderita penyakit ini. Perlu dicatat, bahwa hewan liar juga bisa menjadi reservoir dari ringworm.

Bentuk yang dapat dikenali dari kulit manusia hampir sama dengan infeksi pada kulit kucing atau hewan lainnya. Bulat kemerahan dengan lesi menyerupai kawah yang terkadang berisi air, rasa gatalnya teramat sangat, apabila digaruk akan semakin besar dan melebar dengan lesi yang semakin dalam. Penyembuhan secara total pada hewan maupun manusia perlu dilakukan, penanganan yang tidak tuntas memungkinkan cendawan tumbuh kembali sehingga lebih sulit dibasmi.

                Gambar 1. Contoh ringworm yang menular pada manusia

4. Cara Penularan

Penularan penyakit ini melalui kontak langsung bersentuhan antara hewan penderita dengan hewan sehat, meskipun persentuhan tersebut tidak selalu menimbulkan penyakit. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya persaingan antara cendawan itu sendiri dengan organisme yang sudah menetap lebih dahulu pada kulit. Perkembangan penyakit tergantung interaksi antara inang dengan cendawan tersebut, sehingga perubahan kulit tidak selalu berbentuk cincin. Terutama bila diikuti dengan infeksi sekunder.

Penularan dari hewan ke manusia dan sebaliknya kadang terjadi terutama Microsporum canis. Peralatan untuk perawatan hewan, sadel dan pakaian kuda sering sebagai penyebab penularan penyakit.

D. PENGENALAN PENYAKIT

1. Gejala klinis

Di tempat infeksi terdapat bentukan khas dari penyakit ini, yaitu terlihat seperti cincin, namun gejala klinis bervariasi apabila disertai infeksi kuman lain. Gejala dimulai dari bercak merah, eksudasi dan rambut patah atau rontok. Perkembangan selanjutnya sangat bervariasi dapat berupa benjol kecil dengan erupsi kulit atau berbentuk seperti tumor yang dikenal dengan kerion.

a. Gejala pada sapi
Pada sapi erupsi kulit terjadi pada muka, leher, dengan permukaan yang meninggi, berkeropeng, bersisik atau berbentuk bungkul. Jika keropeng diangkat akan terjadi perdarahan.

Penyakit ini paling sering menyerang hewan muda. Setelah masa inkubasi 2-4 minggu, rambut patah atau rontok. 2-3 bulan kemudian terlihat lesi tebal, bulat, menonjol dengan batas jelas, warna putih keabuan. Lesi berkembang ke arah perifer, dapat mencapai diameter 5-10 cm. Bila penyakit tidak diobati lesi bisa meluas secara umum terutama pada sapi muda.

Gambar 2. Kasus Ringworm disebabkan oleh Trychophyton verrucosum

(Sumber : http://www.skinturgor.com/turgor/ringworm-pictures)
b. Pada domba
Pada domba perubahan pada kulit berupa erupsi disertai rambut rontok dengan pembentukan sisik dan biasanya terdapat pada muka dan punggung.

2. Patologi
Kelainan pasca mati terbatas pada kulit dan pada dasarnya sama dengan tanda klinis. Gambaran mikroskopis sering tidak spesifik dan mudah dikelirukan dengan penyakit kulit lainnya. Cendawan terlihat di dalam ataupun di luar batang rambut dan mudah dilihat dengan pengecatan PAS atau Gredley. Stratum koneum terlihat menebal, epidermis mengalami hipertrofi disertai bendung darah dan infiltrasi limposit. Jika terjadi infeksi folikel rambut, folikel menjadi rusak. Jika terjadi infeksi sekunder, infiltrasi netrofil menjadi semakin nyata.

3. Diagnosa
Diagnosa penyakit ringworm dapat dilakukan dengan :

a. Melihat gejala klinis yang spesifik. Tanda klinis yang dapat dipakai sebagai pedoman adalah perubahan kulit berupa cincin disertai keropeng, rambut yang rontok atau patah-patah atau timbulnya bentukan lesi membulat dan cenderung meluas.

b. Pemeriksaan langsung secara mikroskopis atau dengan cahaya Wood.
Adanya cendawan menunjukkan warna yang berpendar

c. Pemeriksaan histologis dan pemupukan dengan kultur cendawan.
Agar sabouround glucose dapat digunakan sebagai standar kultur kecepatan tumbuh, perubahan warna permukaan maupun warna punggung koloni dapat digunakan untuk pengenalan meskipun terdapat variasi dalam spesies. Spesies Trichophyton dapat dibedakan dengan uji nutrisi disamping pemupukan rutin dan pemeriksaan mikroskopik. Dermatophyton dapat tumbuh dalam temperatur kamar, pH 6,8-8.7. Untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan cendawan saprofit dapat digunakan cyclohexaminide dan chhloramphenicol dalam perbenihan.

4. Diagnosa Banding
Ringworm sering dikelirukan dengan perubahan kulit yang lain seperti penyakit kudis, gigitan serangga, infeksi bakteri dan radang kulit yang lain. Diagnosa dapat dibuat dengan menemukan cendawan baik langsung maupun tidak langsung.

E. PENGENDALIAN

1. Pengobatan

Ringworm jenis tertentu dapat sembuh dengan sendirinya tetapi kebanyakan perlu di obati dengan bahan kimia. Pengobatan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan olesan atau melalui mulut. Dapat digunakan obat yang mengandung lemak, jodium sulfa atau asam salisilat. Untuk sapi dapat digunakan Na-kaprilat 20 % dengan disemprotkan. Pada kuda dapat digunakan Na-trichloromethethyl-thiotetrahydropthalimide. Jika perubahan kulit hanya terbatas, dapat dipakai larutan asam lemak seperti Sapronal atau Naprylat. Untuk perubahan kulit yang akut dapat digunakan asam borax 2-5 % Kalium permanganat 1:5000. Untuk luka menahun, kulit tebal, hiperpigmentasi dan keropeng dapat digunakan Carbowax yang telah mengandung fungisida. Obat lain yang bisa dipergunakan adalah asam benzoat 6 % dan resareinol 1-10 % di samping obat olesan tersebut di atas, dapat dipergunakan gliserofulvin dan hasilnya cukup memuaskan.

2. Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan

a. Pelaporan
Kejadian kasus dilaporkan kepada Kepala Dinas Peternakan atau Dinas terkait setempat. Pengumpulan data mengenai ringworm perlu terus dilakukan untuk mengetahui keadaan sesungguhnya penyakit ringworm di lapangan.

b. Pencegahan
Usaha pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan tubuh hewan dan kebersihan kulit hewan. Hewan penderita harus dijauhi baik oleh hewan lain ataupun manusia kecuali yang ditugaskan merawat hewan tersebut. Menjauhi dan mendesinfeksi tempat yang diduga menjadi sumber spora. Diduga miselia dermatophyta mampu merangsang pembentukan antibodi. Telah diketahui bahwa jaringan mengandung suatu zat yang disebut ”serum faktor” yang bersifat fungisida dan fungistatika dan zat inilah yang diduga membatasi pertumbuhan dermatophyta hanya pada bagian kulit yang mengalami keratinisasi saja. Dermatophyta bersifat antigenik yang lemah tetapi sangat alergik. Reaksi hipersensitisasi merupakari kejadian yang sering terjadi pada infeksi dengan dermatophyta.

c. Pengendalian dan Pemberantasan
Memisahkan penderita dan mencegah kontak dengan hewan sehat. Peralatan bekas penderita harus dihapus hamakan. Sisa pakan dan bahan yang tidak dipergunakan lagi harus dibakar. Penderita diobati secara tuntas. Sanitasi harus diperhatikan. Daging penderita ringworm dapat dikonsumsi, namun harus dimasak terlebih dahulu sebelum diedarkan, sedangkan kulitnya harus dimusnahkan.


F. DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2011. The Merck Veterinary Manual 11th Edition, Merek & CO, Inc

Rahway, New Jersey, USA.

Anonim 2004. Bovine Medicine Diseases and Husbandry of Cattle 2nd Edition.

Andrews AH, Blowey RW, Boyd H, Eddy RG Ed. Blackwell Science Ltd. Blackwell Publishing Company Australia.

David Ellis 2012. Trichophyton verrucosum. Micology Online. terhubung berkala : http://www.mycology.adelaide.edu.au/Fungal_Descriptions/ Dermatophytes/Trichophyton/verrucosum.html [6 Agustus 2012] Direktur Kesehatan Hewan 2002. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta Indonesia.

Haab C, Bertshing H U, Rotz.-A-Von, Von-Rotz-A 1994. Epidemiology of Ringworm in Veal Calves with Regard to Prevention of Leather Detects (Abstract). Institut Veterinarbakteriologie, Universitat, Winterhurerstr, 270, CH-8057 Zurich, Switze and, pp 136:6-7,217-226; 42 ref.Larone D H 1993. Medically Important Fungi, A guide to Identification, American Sosiety for Microbiology, Washington, D,C. 2nd. ed, pp. 12-13, 125- 127,130-136.

Kementan, 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia

Plumb DC 1999. Veterinary Drug Handbook. 3rd Edition. Iowa State University Press Ames.

Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJC, Leonard FC and Maghire D 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Science Ltd. Blackwell Publishing Company Australia.

Radostids OM and DC Blood 1989. Veterinary Medicine A Text Book of the Disease of Cattle, Sheep, Pigs, Goats and Horses. 7th Edition. Bailiere Tindall. London England.

Renner J E 1992. A N w Treatment for Ringworm in Cattle (Abstract). Deutsche Tierarztliche Wochenschrift (Abtract), Faculdad de Clencias Veterinarias, Unuversid d de La Plata, Argentina, pp 34: 9-10, 433-436; 12 ref.

Schmitt J A 1981. Disease of Cattle in The Tropics, Economic and Zoonootic Relevance, Chapter 37, Mycotic Diseases, pp. 499-503.

Smith BP 2002. Large Animal Internal Medicine. Mosby An Affiliate of Elsevier Science, St Louis London Philadelphia Sydney Toronto.

Subronto dan Tjahajati 2008. Ilmu Penyakit Ternak III (Mamalia) Farmakologi Veteriner: Farmakodinami dan Farmakokinesis Farmakologi Klinis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.

Subronto 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mamalia) Penyakit Kulit (Integumentum) Penyakit-penyakit Bakterial, Viral, Klamidial, dan Prion. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.

Vardy A 2006. Favus. Ackyard Poultry Info Centre. Terhubung berkala : http:// forum.backyardpoultry.com/viewtopic.php?f=5&t=1598&start=0 [6 Agustus 2012]