Sinonim : Gall – Sickness
A. PENDAHULUAN
Anaplasmosis adalah penyakit hewan menular yang bersifat non contagious yang disebabkan oleh protozoa darah intraseluler dan ditularkan dengan perantara vektor. Penyakit ini dapat berlangsung secara akut, per-akut dan kronis. Gejela klinis yang ditimbulkan antara lain demam tinggi, anemia yang progresif dan ikterus tanpa hemoglobinuria. Penegakan diagnostik Anaplasmosis ditandai dengan adanya agen Anaplasma yang berbentuk titik didalam sel darah merah.
Kasus Anaplasmosis lebih sering menyerang sapi dan kerbau dibandingkan dengan hewan lainnya. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Smith dan Kilborne pada tahun 1893 di Amerika Serikat, selanjutnya tersebar luas di daerah tropik dan subtropik termasuk di Amerika Serikat dan Selatan, Eropa Selatan, Afrika, Asia dan Australia. Di daerah bebas anaplasmosis, introduksi protoza ini mampu menimbulkan kematian yang tinggi pada ternak karena belum adanya preimuniter. Di Amerika, kasus Anaplasmiosis dilaporkan menyebabkan kematian ternak sebesar 80 %, sedangkan di daerah enzootik berkisar 10 %.
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan penyakit ini meliputi kematian, penurunan berat badan, penurunan produksi susu, infertilitas dan peningkatan biaya pengobatan. Di Indonesia, menurut perhitungan Direktorat Kesehatan Hewan tahun 1978, kerugian ekonomi yang ditimbulkan penyakit ini meliputi kematian, penurunan berat badan dan daya kerja terhadap usaha pertanian, di perkirakan sebesar Rp. 500.000.000 lebih setiap tahun. Dalam perhitungan tersebut belum termasuk pengafkiran karkas di rumah potong hewan dan penurunan produksi susu. Salah satu tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kejadian anaplasmosis adalah dengan cara meningkatkan ketahanan hewan yang rentan.
B. ETIOLOGI
Anaplasmosis disebabkan oleh golongan Rickettsia, keluarga Anaplasmataceae, genus Anaplasma. Penyakit klinis pada sapi umumnya disebabkan oleh Anaplasma marginale, sedangkan infeksi akibat A.centrale belum dilaporkan secara jelas. Baru-baru ini, dilaporkan adanya A.phagocytophilum yang menginfeksi sapi, namun sangat jarang ditemukan. Anaplasma ovis / A.suis dapat menyebabkan penyakit yang ringan sampai berat pada domba, kambing, dan rusa.
Anaplasma marginale terdapat di dalam sel darah merah, berbentuk bulat dan padat berwarna merah cerah atau merah tua dengan diameter 0.1-1.0 μm. Perbedaan antara A.marginale dan A.centrale terletak pada lokasi protozoa tersebut di dalam sel darah merah. Anaplasma marginale terletak di bagian tepi dari sel darah merah, sedangkan A.centrale terletak di bagian tengah.
Gambar 1. Anaplasma marginale |
Gambar 2. Anaplasma centrale |
Sifat Alami Agen Anaplasma marginale dapat ditularkan oleh lalat penghisap darah (haematophagous bitting flies) dan mampu bertahan hidup dalam tubuh lalat lebih dari 30 menit. Selain itu, pada inang yang mati, protozoa ini dilaporkan mampu hindup hingga 6 jam.
Kekebalan terhadap anaplasma ada 2 macam :
a. Kekebalan bawaan (material immunity) yang diperoleh dari induknya dan bertahan kira-kira 1,5 bulan.
b. Kekebalan perolehan (natural acquired immunity) dikenal dengan preimunitas.
Kekebalan ini tetap bertahan selama anaplasma berada di dalam tubuh hewan. Preimunitas ini dapat berlangsung hingga 2 tahun tanpa adanya reinfeksi. Jika pada suatu saat anaplasma hilang dari sirkulasi darah, maka kekebalan akan menurun dan akhirnya hilang.
C. EPIDEMIOLOGI
1. Spesies Rentan
Anaplasmosis dilaporkan menyerang hampir semua hewan berdarah panas seperti sapi, kerbau, domba, rusa, unta, babi, kuda, keledai, anjing dan hewan liar lainnya. Umumnya hewan tua lebih rentan daripada hewan muda. Hewan yang berumur di bawah satu tahun masih memiliki ketahanan bawaan dari induknya. Adapun hewan berumur 1 - 3 tahun biasanya menderita anaplasmosis dalam fase akut, sedangkan hewan berumur diatas 3 tahun biasanya per-akut. Anaplasmosis kronis diderita oleh hewan yang terinfeksi dalam waktu yang lama dan berpotensi menjadi pembawa/carrier.
Selain umur, bangsa serta asal hewan berpengaruh terhadap kerentanan penyakit ini. Sapi Eropa (Bos Taurus) lebih rentan dari pada sapi Zebu (Bos indicus). Kasus anaplasmosis pada manusia pernah juga dilaporkan akibat gigitan vektor dan menyebabkan granulositik anaplasmosis.
2. Cara penularan
Spesies caplak (Boophilus sp, Dermacentor sp, Rhipicephalus sp, Ixodes sp, Hyalomma sp, Ornithodoros sp) adalah vektor biologis anaplamosis, namun tidak semua spesies ini ditemukan dalam suatu wilayah. Vektor ini dapat berpindah secara trans-stadial (antar stadium) dan trans-ovarial (ke telur). Boophilus sp dilaporkan sebagai vektor utama di Australia dan Afrika, sedangkan Dermacentor sp adalah vektor utama di Amerika Serikat.
Di samping itu, golongan Diptera seperti lalat penghisap darah (Tabanus sp dan Stomoxys sp) dan nyamuk (Aedes sp dan Psarophora sp) dapat bertindak sebagai vektor mekanis. Manusia juga dapat menjadi vektor mekanis melalui penggunaan alat-alat bedah, jarum, peralatan tato, dan alat- alat yang terkontaminasi Anaplasma.
D. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala Klinis
Periode kejadian penyakit dibagi 4 tahap, meliputi tahap inkubasi, perkembangan, penyembuhan, dan carrier. Masa inkubasi anaplasmois adalah 6-38 hari dan tahap perkembangan dapat terjadi 15-45 hari. Penyakit ini dapat bersifat per-akut, akut, sub-akut, dan kronis bergantung pada umur dan status imunitasnya.
a. Per-akut :
Hewan yang menderita anaplasmosis per-akut akan mati setelah beberapa jam menunjukkan gejala umum sakit. Hewan mengalami penurunan kondisi dengan cepat, kehilangan nafsu makan, kehilangan koordinasi dan sesak nafas. Temperatur hewan biasanya lebih dari 41°C dan mukosa cepat menjadi kuning.
b. Akut :
Umumnya hewan penderita anaplasmosis akut menunjukkan gejala klinis umum antara lain kenaikan suhu 39,5-42,5°C, ikterus, penurunan berat badan, dehidrasi, konstipasi, dan gangguan pernafasan.
c. Sub-akut dan kronis :
Pada penyakit sub-akut dan kronis terjadi kenaikan suhu selama beberapa hari (4-10 hari) disusul dengan demam intermiten bahkan suhu tubuhnya mencapai 40°C. Disamping itu, terjadi anemia hebat, kondisi badan menurun, kadang-kadang nafsu makannya masih ada. Pada hewan bunting dapat terjadi keguguran.
Pada hewan penderita yang tidak menunjukkan gejala klinis, Anaplasma dapat bertahan dalam tubuh sampai 2 tahun, walaupun dalam darah perifer sulit ditemukan. Jika hewan mengalami stres, maka hewan tersebut dapat berperan sebagai pembawa penyakit.
2. Patologi
Perubahan yang sangat menonjol adalah pada gambaran darah yang ditandai dengan anemia dan ikterus. Bangkainya terlihat anemik, kahektik dan ikterik. Kelenjar limfenya membesar terlihat ada edema. Jantung mengalami pembesaran dan terdapat titik-titik perdarahan (ptechiae). Anemik juga terlihat ada paru-paru yang disertai emfisema, pembesaran hati dan warnanya merah kekuningan, pembesaran empedu serta lunak. Limpanya juga mengalami pembesaran dan lunak. Umumnya terdapat gastroenteritis kataralis dan terjadi pembendungan pada ginjal.
3. Diagnosa
a. Pemeriksaan Mikroskopis :
Pemeriksaan darah secara natif, preparat ulas darah tipis dan tebal.
b. Pemeriksaan Biologis :
Darah hewan tersangka diinokulasikan ke dalam (hewan coba) yang telah diambil limpanya (splenectomy) dan sebaiknya berasal dari daerah endemik anaplasmosis.
c. Pemeriksaan Serologis :
Pemeriksaan serologis meliputi Uji Fiksasi Komplemen/CFC, Uji Hemaglutinasi Tabung Kapiler/Capillari tube hemaglutination test/UHTK dan Teknik Antibodi Flourescent/FAT
4. Diagnosa Banding
Anaplasmosis per-akut atau akut mirip dengan penyakit anthraks, pneumonia, keracunan, gangguan pencernaan akut, sampar sapi dan pasteurellosis. Apabila anemianya menonjol, maka penyakit ini harus dibedakan dari leptospirosis dan hemoglobinuria basiler akut. Adanya demam, anemia dan ikterus menyebabkan penyakit ini sulit dibedakan dengan babesiosis dan trypanosomiasis.
E. PENGENDALIAN
1. Pengobatan
Pengobatan Anaplasmosis dapat dilakukan dengan cara antara lain: Zat-zat warna
- Trypan blue 1 %, dosis 100-200 ml/hewan IV/SK
- Acriflavin 5 %, dosis 20 ml/hewan IV/IM
Kekebalan terhadap anaplasma ada 2 macam :
a. Kekebalan bawaan (material immunity) yang diperoleh dari induknya dan bertahan kira-kira 1,5 bulan.
b. Kekebalan perolehan (natural acquired immunity) dikenal dengan preimunitas.
Kekebalan ini tetap bertahan selama anaplasma berada di dalam tubuh hewan. Preimunitas ini dapat berlangsung hingga 2 tahun tanpa adanya reinfeksi. Jika pada suatu saat anaplasma hilang dari sirkulasi darah, maka kekebalan akan menurun dan akhirnya hilang.
C. EPIDEMIOLOGI
1. Spesies Rentan
Anaplasmosis dilaporkan menyerang hampir semua hewan berdarah panas seperti sapi, kerbau, domba, rusa, unta, babi, kuda, keledai, anjing dan hewan liar lainnya. Umumnya hewan tua lebih rentan daripada hewan muda. Hewan yang berumur di bawah satu tahun masih memiliki ketahanan bawaan dari induknya. Adapun hewan berumur 1 - 3 tahun biasanya menderita anaplasmosis dalam fase akut, sedangkan hewan berumur diatas 3 tahun biasanya per-akut. Anaplasmosis kronis diderita oleh hewan yang terinfeksi dalam waktu yang lama dan berpotensi menjadi pembawa/carrier.
Selain umur, bangsa serta asal hewan berpengaruh terhadap kerentanan penyakit ini. Sapi Eropa (Bos Taurus) lebih rentan dari pada sapi Zebu (Bos indicus). Kasus anaplasmosis pada manusia pernah juga dilaporkan akibat gigitan vektor dan menyebabkan granulositik anaplasmosis.
2. Cara penularan
Spesies caplak (Boophilus sp, Dermacentor sp, Rhipicephalus sp, Ixodes sp, Hyalomma sp, Ornithodoros sp) adalah vektor biologis anaplamosis, namun tidak semua spesies ini ditemukan dalam suatu wilayah. Vektor ini dapat berpindah secara trans-stadial (antar stadium) dan trans-ovarial (ke telur). Boophilus sp dilaporkan sebagai vektor utama di Australia dan Afrika, sedangkan Dermacentor sp adalah vektor utama di Amerika Serikat.
Di samping itu, golongan Diptera seperti lalat penghisap darah (Tabanus sp dan Stomoxys sp) dan nyamuk (Aedes sp dan Psarophora sp) dapat bertindak sebagai vektor mekanis. Manusia juga dapat menjadi vektor mekanis melalui penggunaan alat-alat bedah, jarum, peralatan tato, dan alat- alat yang terkontaminasi Anaplasma.
D. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala Klinis
Periode kejadian penyakit dibagi 4 tahap, meliputi tahap inkubasi, perkembangan, penyembuhan, dan carrier. Masa inkubasi anaplasmois adalah 6-38 hari dan tahap perkembangan dapat terjadi 15-45 hari. Penyakit ini dapat bersifat per-akut, akut, sub-akut, dan kronis bergantung pada umur dan status imunitasnya.
a. Per-akut :
Hewan yang menderita anaplasmosis per-akut akan mati setelah beberapa jam menunjukkan gejala umum sakit. Hewan mengalami penurunan kondisi dengan cepat, kehilangan nafsu makan, kehilangan koordinasi dan sesak nafas. Temperatur hewan biasanya lebih dari 41°C dan mukosa cepat menjadi kuning.
b. Akut :
Umumnya hewan penderita anaplasmosis akut menunjukkan gejala klinis umum antara lain kenaikan suhu 39,5-42,5°C, ikterus, penurunan berat badan, dehidrasi, konstipasi, dan gangguan pernafasan.
c. Sub-akut dan kronis :
Pada penyakit sub-akut dan kronis terjadi kenaikan suhu selama beberapa hari (4-10 hari) disusul dengan demam intermiten bahkan suhu tubuhnya mencapai 40°C. Disamping itu, terjadi anemia hebat, kondisi badan menurun, kadang-kadang nafsu makannya masih ada. Pada hewan bunting dapat terjadi keguguran.
Pada hewan penderita yang tidak menunjukkan gejala klinis, Anaplasma dapat bertahan dalam tubuh sampai 2 tahun, walaupun dalam darah perifer sulit ditemukan. Jika hewan mengalami stres, maka hewan tersebut dapat berperan sebagai pembawa penyakit.
2. Patologi
Perubahan yang sangat menonjol adalah pada gambaran darah yang ditandai dengan anemia dan ikterus. Bangkainya terlihat anemik, kahektik dan ikterik. Kelenjar limfenya membesar terlihat ada edema. Jantung mengalami pembesaran dan terdapat titik-titik perdarahan (ptechiae). Anemik juga terlihat ada paru-paru yang disertai emfisema, pembesaran hati dan warnanya merah kekuningan, pembesaran empedu serta lunak. Limpanya juga mengalami pembesaran dan lunak. Umumnya terdapat gastroenteritis kataralis dan terjadi pembendungan pada ginjal.
3. Diagnosa
a. Pemeriksaan Mikroskopis :
Pemeriksaan darah secara natif, preparat ulas darah tipis dan tebal.
b. Pemeriksaan Biologis :
Darah hewan tersangka diinokulasikan ke dalam (hewan coba) yang telah diambil limpanya (splenectomy) dan sebaiknya berasal dari daerah endemik anaplasmosis.
c. Pemeriksaan Serologis :
Pemeriksaan serologis meliputi Uji Fiksasi Komplemen/CFC, Uji Hemaglutinasi Tabung Kapiler/Capillari tube hemaglutination test/UHTK dan Teknik Antibodi Flourescent/FAT
4. Diagnosa Banding
Anaplasmosis per-akut atau akut mirip dengan penyakit anthraks, pneumonia, keracunan, gangguan pencernaan akut, sampar sapi dan pasteurellosis. Apabila anemianya menonjol, maka penyakit ini harus dibedakan dari leptospirosis dan hemoglobinuria basiler akut. Adanya demam, anemia dan ikterus menyebabkan penyakit ini sulit dibedakan dengan babesiosis dan trypanosomiasis.
E. PENGENDALIAN
1. Pengobatan
Pengobatan Anaplasmosis dapat dilakukan dengan cara antara lain: Zat-zat warna
- Trypan blue 1 %, dosis 100-200 ml/hewan IV/SK
- Acriflavin 5 %, dosis 20 ml/hewan IV/IM
- Eufalvine 5 %, dosis 4-8 ml/100 kg bb IV
Sediaan Quinoly
- Acaprin 5 % (Babesan, ludobal, pirevan, zothelone), dosis 2,2 ml/kg bb IV/SK
Diamidine Aromatik
- Phentamidine dan Phenamidin 40 %, dosis 13,5 mg/kg bb SK
- Berenil (Ganaseg), dosis 3,5 mg/kg bb IM/SK
- Amicarbalide (Diampron) 50%, dosis 10 mg/kg bb
- Phentamidine dan Phenamidin 40 %, dosis 13,5 mg/kg bb SK
- Berenil (Ganaseg), dosis 3,5 mg/kg bb IM/SK
- Amicarbalide (Diampron) 50%, dosis 10 mg/kg bb
- Imidocidoib (Imizol) 4,6%, dosis3,5 mg/kg bb IM/SK
Antibiotika
- Tetracycline : Dosis untuk babi 22 mg/kg bb IV
Dosis untuk sapi 11 mg/kg bb Oral, 5 hari
Dosis untuk kuda 5-7,5 mg/kg bb IV Obat-obatan yang lain
- Haemosporidine 2 % : Novoplasmin, thiargen, sulfantrol, dosis 0,25 mg/ kg bb SK
- Haemosporidine 10 % : dithiosemicarzone (gloxazone), dosis 0,1 mg/kg bb IV
Dosis untuk sapi 11 mg/kg bb Oral, 5 hari
Dosis untuk kuda 5-7,5 mg/kg bb IV Obat-obatan yang lain
- Haemosporidine 2 % : Novoplasmin, thiargen, sulfantrol, dosis 0,25 mg/ kg bb SK
- Haemosporidine 10 % : dithiosemicarzone (gloxazone), dosis 0,1 mg/kg bb IV
2. Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
a. Pelaporan
Bagi para petugas yang menemukan anaplasmosis pada ternak ruminansia atau hewan rentan diwajibkan :
(1) Melaporkan timbulnya penyakit dan tindakan yang telah diambil kepada kepala pemerintah daerah setempat dengan tembusan kepada Dinas Peternakan atasannya.
(2) Apabila dipandang perlu, dengan mempertimbangkan luas sebaran penyakit maka merekomendasikan kepada kepala pemerintahan daerah setempat untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penutupan suatu daerah dan pembatasan lalu lintas temak/hewan rentan di dalam wilayahnya.
(3) Melakukan tindakan yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan- peraturan yang bertaku dan melaporkannya kepada atasan.
b. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengadakan imunisasi buatan. Vaksin anaplasmosis terdiri dari vaksin hidup atau mati, dan diketahui 3 jenis vaksin.
c. Pengendalian dan Pemberantasan
Berdasarkan peraturan yang ada, usaha pengendalian dan pemberantasan penyakit ini meliputi tindakan sebagai berikut :
(1) Ternak ruminansia/hewan rentan lain yang menderita anaplasmosis atau tersangka sakit harus diasingkan sehingga tidak dapat berhubungan dengan ternak ruminansia/hewan rentan lain.
(2) Jika pada ternak ruminansia/hewan rentan lain yang sakit atau tersangka sakit ditemukan caplak, nyamuk dan lalat, maka vektor tersebut harus dimusnahkan, antara lain dengan pemakaian pestisida (misalnya dengan menyemprot, menggosok, memandikan atau merendam hewan) sesuai dengan petunjuk pemakaian.
(5) Di pintu masuk halaman, kampung, desa atau daerah yang terdapat ternak ruminansia/hewan rentan lain yang sakit atau tersangka sakit, di pasang papan yang antara lain bertuliskan ”Penyakit hewan menular anaplasmosis” disertai dengan nama dalam bahasa daerah setempat.
(9) Ternak ruminansia/hewan ternak lain yang mati karena anaplasmosis harus dibakar dan/atau dikubur.
(12) Suatu daerah dinyatakan bebas dari penyakit anaplasmosis setelah 2 bulan sejak matinya atau sembuhnya ternak ruminansia/hewan rentan lain yang terakhir.
(1) Melaporkan timbulnya penyakit dan tindakan yang telah diambil kepada kepala pemerintah daerah setempat dengan tembusan kepada Dinas Peternakan atasannya.
(2) Apabila dipandang perlu, dengan mempertimbangkan luas sebaran penyakit maka merekomendasikan kepada kepala pemerintahan daerah setempat untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penutupan suatu daerah dan pembatasan lalu lintas temak/hewan rentan di dalam wilayahnya.
(3) Melakukan tindakan yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan- peraturan yang bertaku dan melaporkannya kepada atasan.
b. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengadakan imunisasi buatan. Vaksin anaplasmosis terdiri dari vaksin hidup atau mati, dan diketahui 3 jenis vaksin.
c. Pengendalian dan Pemberantasan
Berdasarkan peraturan yang ada, usaha pengendalian dan pemberantasan penyakit ini meliputi tindakan sebagai berikut :
(1) Ternak ruminansia/hewan rentan lain yang menderita anaplasmosis atau tersangka sakit harus diasingkan sehingga tidak dapat berhubungan dengan ternak ruminansia/hewan rentan lain.
(2) Jika pada ternak ruminansia/hewan rentan lain yang sakit atau tersangka sakit ditemukan caplak, nyamuk dan lalat, maka vektor tersebut harus dimusnahkan, antara lain dengan pemakaian pestisida (misalnya dengan menyemprot, menggosok, memandikan atau merendam hewan) sesuai dengan petunjuk pemakaian.
(5) Di pintu masuk halaman, kampung, desa atau daerah yang terdapat ternak ruminansia/hewan rentan lain yang sakit atau tersangka sakit, di pasang papan yang antara lain bertuliskan ”Penyakit hewan menular anaplasmosis” disertai dengan nama dalam bahasa daerah setempat.
(9) Ternak ruminansia/hewan ternak lain yang mati karena anaplasmosis harus dibakar dan/atau dikubur.
(12) Suatu daerah dinyatakan bebas dari penyakit anaplasmosis setelah 2 bulan sejak matinya atau sembuhnya ternak ruminansia/hewan rentan lain yang terakhir.
F. DAFTAR PUSTAKA
Aiello ES 1998. Merck Veterinary Manual. Eight Edition. Merck and Co. Inc.Whitehouse Station, NJ. USA.
Anonim 1981. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Petemakan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Breitschwerdt EB 2007. How I Treat Anaplasmosis of Cats, Dogs, Horses, Mice and Men. Proceedings of Southern European Veterinary Conference.
Centers of Disease Control and Prevention 2010. Anaplamosis. [terhubung berkala]. http://www.cdc.gov/anaplasmosis/.html [22 Oktober 2012].
Craig and Faust’s 1997. Clinical Parasitology. Eight edition
Gary 2003. Bluetongue dan Anaplasmosis. Canadian Food Inspection Agency. [terhubung berkala]. http://pnwer.dataweb.com/tables/jointables/meeting participantjoin/ files/presentation/Kruger.pdf [26 Februari 2012]
Kementan, 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia
The Merck Veterinary Manual 2005. Anaplasmosis. [terhubung berkala]. http:// www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/10401.htm [22 Oktober 2012].
Terrestrial Animal Health Code 2011. Bovine Anaplasmosis. [terhubung berkala]. http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahc/ 2010/en_ chapitre_1.11.1.pdf. [26 Februari 2012].
Terrestrial Manual 2008. Bovine Anaplasmosis. [terhubung berkala]. .http:// www.oie.int/fileadmin/home/eng/health_standards/tahm/2.04.01_bovine_ anaplasmosis.pdf [26 Februari 2012].
Saulby.EJL 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal. Seventh Edition. Bailliere Tindall. London
Stokka GL, Falkner R, Van Boening J 2000. Anaplasmosis. Kansas : Kansas State
Aiello ES 1998. Merck Veterinary Manual. Eight Edition. Merck and Co. Inc.Whitehouse Station, NJ. USA.
Anonim 1981. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Petemakan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Breitschwerdt EB 2007. How I Treat Anaplasmosis of Cats, Dogs, Horses, Mice and Men. Proceedings of Southern European Veterinary Conference.
Centers of Disease Control and Prevention 2010. Anaplamosis. [terhubung berkala]. http://www.cdc.gov/anaplasmosis/.html [22 Oktober 2012].
Craig and Faust’s 1997. Clinical Parasitology. Eight edition
Gary 2003. Bluetongue dan Anaplasmosis. Canadian Food Inspection Agency. [terhubung berkala]. http://pnwer.dataweb.com/tables/jointables/meeting participantjoin/ files/presentation/Kruger.pdf [26 Februari 2012]
Kementan, 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia
The Merck Veterinary Manual 2005. Anaplasmosis. [terhubung berkala]. http:// www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/10401.htm [22 Oktober 2012].
Terrestrial Animal Health Code 2011. Bovine Anaplasmosis. [terhubung berkala]. http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Health_standards/tahc/ 2010/en_ chapitre_1.11.1.pdf. [26 Februari 2012].
Terrestrial Manual 2008. Bovine Anaplasmosis. [terhubung berkala]. .http:// www.oie.int/fileadmin/home/eng/health_standards/tahm/2.04.01_bovine_ anaplasmosis.pdf [26 Februari 2012].
Saulby.EJL 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal. Seventh Edition. Bailliere Tindall. London
Stokka GL, Falkner R, Van Boening J 2000. Anaplasmosis. Kansas : Kansas State