Penyakit Enzootic Bovine leukosis (EBL)

Enzootic Bovine leukosis (EBL) merupakan penyakit viral   yang sangat fatal pada sapi dewasa, bersifat neoplastik ganas, dengan manifestasi kinis berupa proliferasi dari jaringan limfoid. Pada kondisi lanjut dapat disertai limfomatosis yang bersifat persisten.   Sebagian besar infeksi bersifat subklinis akan tetapi kurang Iebih 30% nya akan berkembang manjadi limfositosis dan sebagian menjadi limfosarkoma dengan tumor di beberapa organ.

ETIOLOGI

Penyebab EBL adalah virus bovine leukosis, yaitu oncovirus tipe C dari subfamili Oncovirinae, famili Retroviridae. Partikel virus adalah single stranded Ribonucleic Acid (ss-RNA) yang menghasilkan poliprotein yang terdiri dari empat macam, yakni  nukleoprotein p12, protein kapsid p24, transmembran glikoprotein gp30 dan glikoprotein amplop gp5l dan beberapa enzim seperti reverse transkriptase. Virus berukuran 70-110 nm, berbentuk bulat kasar, bersifat pleomorfik, diselubungi amplop.


EPIDEMIOLOGI

Sifat Alami Agen

Virus  bovine  leukosis  peka  terhadap  pengaruh  alam.  virus  mati/inaktif pada pemanasan 74ºC selama 16 detik, 60ºC selama 30-60 menit. Virus menjadi mati/inaktif pada pH 4,8 atau dengan pemberian fenol 0,5% dan formalin 0,25%.

Virus dapat dibiakkan pada selaput korio alantois telur ayam berembrio, kultur sel limfosit atau jaringan limpa hewan yang peka biasanya menggunakan foetal lamb kidney. Di dalam kultur sel, virus berkembang di dalam sitoplasma dengan membentuk sinsitium (sel multinuklear).

Spesies Rentan

Semua bangsa sapi peka  terhadap infeksi virus bovine leukosis. Selain sapi, EBL juga menyerang domba, kambing, babi, kuda, rusa dan kerbau meskipun kejadiannya sangat jarang.

Pengaruh Lingkungan

Transmisi alami biasanya terjadi pada sapi umur Iebih dari 1,5 tahun, terutama pada bulan-bulan musim panas dimana kontak Iangsung antar hewan Iebih sering dan kemungkinan oleh adanya serangga.

Sifat Penyakit

EBL merupakan penyakit pada hewan dewasa, dijumpai hanya pada hewan diatas umur 2 tahun dan umumnya dijumpai pada umur 4-8 tahun. Penyebarannya yang relatif lambat menunjukan penyakit ini tidak terlalu kontagius. Tingginya angka kejadian pada sapi perah mungkin disebabkan oleh karena dalam kelompok sapi perah jumlah sapi   dewasa Iebih banyak dengan cara pemeliharaan yang Iebih tertutup, serta waktu pemeliharaan lebih lama (hingga 10 tahun).

Gejala klinis sangat bervariasi, mulai tanpa gejala sampai yang mengalami gangguan sistemik yang berat, yang berlanjut ke limfositosis persisten dan pembentukan tumor. Kejadian penyakit Iebih kecil dibandingkan dengan kejadian infeksi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan Iingkungan. Hanya sekitar 15% anak yang dilahirkan dari induk penderita akan mengalami infeksi. Kurang dari 5% sapi yang mengalami infeksi menunjukkan gejala limfosarkoma dan kurang dari 30% sapi penderita akan memperlihatkan limfomatosis persisten. EBL akan menyebabkan limfomatosis persisten bila penyakit telah berjalan sangat lama, pada umur lebih dari 5 tahun.

Cara Penularan

Penularan terjadi baik sesara horisontal maupun vertikal. Secara vertikal melalui induk kepada anaknya selama masa kebuntingan, kolostrum, susu dan selama proses kelahiran. Penularan secara horisontal merupakan cara penularan yang utama antar hewan dan membutuhkan kontak Iangsung dalam waktu yang lama. Secara mekanis penularan dapat terjadi melalui jarum suntik dan alat alat operasi yang tercemar virus, gigitan serangga, atau melalui darah terutama pada luka trauma. Di daerah tropis, seperti Venezuela, kejadian EBL sangat tinggi karena vektor adanya insekta penghisap darah dalam jumlah tinggi. Stomoxys calcitrans telah terbukti dapat menularkan penyakit. Secara buatan EBL dapat ditularkan dengan menyuntikkan 0,0005 ml darah yang mengandung 2.500 limfosit.

PENGENALAN PENYAKIT

Gejala Klinis

Masa inkubasi penyakit sangat lama dan pada penularan di alam masa inkubasi tidak diketahui secara pasti. Pada sapi dewasa sebagian besar (75-90%) menunjukkan adanya pembesaran hampir di semua organ, tetapi abomasum, jantung, organ visceral dan kelanjar limfe merupakan organ yang paling sering terkena. Pada umumnya penyakit berkembang sangat cepat, hewan menjadi kurus dan dapat diikuti adanya kematian. Gejala Klinis yang nampak tergantung dari organ yang terlibat, antara lain terdapat gejala syaraf seperti paralisis atau kepincangan, bila tumor menekan sumsum tulang dan syaraf perifer. Perubahan irama (denyut) jantung, hidroperikardium, atau kegagalan jantung kongestif kanan, bila tumor melibatkan jantung. Terjadi perubanan  nafsu  makan,  diare  bahkan  melemah  bila  saluran pencernaan terlibat dan terjadi ulserasi pada abomasum. Gejala pernafasan muncul bila terjadi pembesaran kelenjar limfe retrofaringeal.

Pada pemeriksaan hematologi menunjukkan adanya limfositosis. Jumlah limfosit dalam darah dapat mencapai  50.000/mm3.

Patologi

Jaringan limfoid merupakan organ yang paling sering mengalami perubahan leukotik. Pada hampir semua organ ditemukan masa tumor yang berwarna putih. Pada hewan dewasa tumor dapat ditemukan pada jantung, abomasum dan pada sumsum tulang dan mungkin organ lain. Pada sapi yang Iebih muda tumor mungkin ditemukan pada ginjal, kelenjar thymus, hati limpa dan kelenjar limfe superfisial.
Pada jantung lokasi tumor adalah dinding atrium kanan, atau menyebar ke seluruh miokardium dan perikardium. Pada abomasum terjadi penebalan yang tidak merata pada mukosanya terutama bagian pilorus, kadang juga ditemukan perubahan serupa pada usus dan dapat terjadi ulserasi. Bila terdapat gejala syaraf maka perubahan akan terlihat pada syaraf perifer yang keluar dari lumbar terakhir atau sakral pertama berupa penebalan. Tumor juga dapat ditemukan pada ginjal, ureter dekat pelvis renalis dan uterus. Kelenjar limfe sangat membesar disebabkan oleh adanya jaringan neoplastik. Kadang jaringan neoplastik dikelilingi oleh jaringan nekrotik yang berwarna kekuning-kuningan. Secara histopatologis tumor terdiri dari sel limfosit.
Diagnosa

Diagnosa dapat dilakukan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah, patologi-anatomi, serta isolasi dan identifikasi virus. Secara serologis dapat didteksi antibodi dengan agar gel immmunidiffusion   (AGID), complement fixation test (CFT), radio immunoassay (RIA), virus neutralization (VN), enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) fluorescene antibody technique (FAT), dan polymerase chain reaction  (PCR).  Secara  histopatologis ditemukan tumor yang terdiri dari sekumpulan sel limfosit. Untuk skreening awal dapat dilakukan dengan penghitungan jumlah leukosit dengan pengukuran buffy coat yang melebihi normal karena adanya peningkatan jumlah leukosit.

Diagnosa Banding

Gejala pada saluran pencernaan harus dibedakan dengan penyakit Johne’s (Paratuberculosis), gejala jantung dapat dikelirukan dengan perikarditis traumatika atau endokarditis, gejala syaraf dapat dibedakan dari Rabies atau adanya abses pada sumsum tulang, sedang gejala pernapasan harus dibedakan dengan Tuberkulosis dan Actinobacillosis.

PENGENDALIAN

Pengobatan

Belum ada pengobatan pada EBL.

Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan

Sampai   dengan   saat   ini   belum   tersedia   vaksin   untuk   pencegahan infeksi EBL. Satu-satunya cara pencegahan yang terpenting adalah test and slaughter. Pengendalian didasarkan pada penyingkiran hewan seropositif dan mempertahankan sistem kompartementalisasi dengan mengimpor sapi dari daerah bebas EBL.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus 1999. Manual Diagnostik Penyakit Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Japan International     Cooperation   Agency   (JICA), Jakarta.

Anonimous 1996.   Manual of Standards for Diagnostics and Tests Vacsines. Office Internationale des Epizooties.  pp. 276-280. http://www.vetnext.com. http://www.dpi.vic.gov.au/_data/assets/image/0008/58553/ag1175-enzootic-cow. jpg http://www.idexx.com/pubwebresources/images/en_u /livestock-poultry/news/ blvirus.png.

Kementan, 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia.