Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang dapat menyerang alat pernafasan bagian atas dan alat reproduksi. Penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang berbeda. Penyakit ini boleh dikatakan hampir menyebar di seluruh dunia.
Di Amerika dan Eropa penyakit ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi cukup berarti. Kerugian terutama akibat adanya infeksi sekunder yang dapat menyebabkan pneumonia, keguguran dan kematian pada anak sapi.
ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah bovine herpesvirus-1 yang termasuk famili Herpesviridae, subfamili Alphaherpesviridae. Genom virus berupa double stranded deoxyribonucleic acid (ds-DNA), dengan berat molekul 29.000-250.000. Virus herpes berbentuk kuboid simetri dengan kapsid icosahedral, diameter 100-150 µm.
EPIDEMIOLOGI
Sifat Alami Agen
Pada pH 7,0 virus ini stabil, pada temperatur 4°C selama 30 hari titer virus tidak mengalami penurunan, pada temperatur 22°C selama 5 hari titernya turun 1 log. Virus dapat di inaktif segera setelah dicampur dengan alkohol, aceton atau chloroform dengan perbandingan suspensi virus yang sama. Virus IBR ini mempunyai macam -macam strain dengan sedikit perbedaan antigenesitas.
Spesies rentan
Selain pada sapi dan kerbau, penyakit ini dijumpai pula pada babi, kambing, bagal dan rusa juga peka terhadap infeksi ini. Antibodi IBR pernah dideteksi pula pada antelope di Kanada bagian barat.
Di Afrika virus IBR juga pernah diisolasi dari hewan liar. Hal ini menunjukkan bahwa hewan liar mungkin dapat menjadi reservoir penyakit ini.
Pengaruh Lingkungan
Wabah penyakit mencapai puncak pada minggu kedua sampai ketiga dan berakhir pada minggu keempat sampai keenam. Virus dapat hidup dalam tubuh hewan selama 17 bulan dan pada saat tertentu dapat menimbulkan wabah.
Sifat Penyakit
Manifestasi klinis dari penyakit ini sangat bervariasi, tergantung derajat keparahan organ terinfeksi. Penyakit dapat berupa bentuk pernafasan, konjungtival, genital dan keguguran, serta ensefalitik dan neonatal. Penyakit ini dapat menimbulkan infeksi sekunder berupa broncho pneumonia, keguguran dan kematian pada anak sapi. Morbiditas berkisar antara 30-90% dan mortalitas kurang dari 3%. Sapi yang sembuh dan infeksi alami menjadi kebal dalam waktu yang lama. Kekebalan secara pasif yang diperoleh pedet dari kolostrum dapat menimbulkan kekebalan kurang Iebih empat bulan.
Cara Penularan
Penularan penyakit dapat secara vertikal dan horisontal. Secara vertikal dapat melalui infeksi intra uterin, sedangkan horisontal dapat melalui inhalasi dari cairan hidung yang mengandung virus atau melalui semen yang tercemar.
PENGENALAN PENYAKIT
Gejala Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan penyakit ini sangat bervariasi dan dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk.
a. Bentuk Pernafasan
Bentuk pernafasan merupakan bentuk terpenting dari segi lokalisasi virus. Gejala yang muncul antara lain, kenaikan suhu tubuh sampai 42ºC, lesu, hipersalivasi, lakrimasi dan adanya edema pada konjungtiva. Pada sapi laktasi produksi susu turun dengan drastis atau terhenti sama sekali. Radang dapat ditemukan pada hidung, sinus dan tenggorokan. Mukosa hidung tampak hiperemik, ingus bersifat fibirinomukoid atau purulen dan mukosa di bawahnya sering mengalami nekrosis. Jika kerak mengelupas, maka akan timbul “red nose”. Bentuk pernafasan juga bisa mengakibatkan keguguran pada hewan yang bunting. Keguguran sering terjadi pada trimester terakhir.
b. Bentuk konjungtival
Gejala edema kornea dan konjungtiva akan menghasilkan eksudat yang bersifat serous sampai mukopurulen. Bentuk radang difterik pada konjungtiva dapat dijumpai pada penderita yang parah. Bentuk ini juga sering disebut “winter pink eye”.
c. Bentuk ensefalitik
Bentuk ini sering didapatkan pada anak sapi umur 2-3 bulan.Timbulnya meningoensefalitis dapat dikarenakan adanya perkembangbiakan virus pada otak. Gejala yang timbul dapat berupa depresi, gelisah, konvulsi, hiperestesi, eksitasi , inkoordinasi dan kebutaan.
d. Bentuk genital dan keguguran
Infeksi virus pada mukosa vagina dan vulva menyebabkan penyakit ini dikenal dengan Infectious Pustular Vulvovaginitis (IPV). Pada sapi jantan virus menginfeksi alat kelamin jantan, sehingga disebut balanopostitis. Infeksi akut terjadi 1-3 hari pasca koitus, dengan gejala bervariasi. Pada infeksi yang berat sapi memperlihatkan gelisah, rasa sakit dan sering kencing, vulva membengkak disertai adanya eksudat yang kental melekat pada rambut vulva. Pada hewan bunting, keguguran dapat terjadi pada trimester terakhir. Pada sapi jantan dijumpai luka pada preputium disertai adanya reaksi peradangan dan eksudat yang kental. Virus banyak ditemukan pada hati dan ginjal janin yang diabortuskan.
d. Bentuk genital dan keguguran
Infeksi virus pada mukosa vagina dan vulva menyebabkan penyakit ini dikenal dengan Infectious Pustular Vulvovaginitis (IPV). Pada sapi jantan virus menginfeksi alat kelamin jantan, sehingga disebut balanopostitis. Infeksi akut terjadi 1-3 hari pasca koitus, dengan gejala bervariasi. Pada infeksi yang berat sapi memperlihatkan gelisah, rasa sakit dan sering kencing, vulva membengkak disertai adanya eksudat yang kental melekat pada rambut vulva. Pada hewan bunting, keguguran dapat terjadi pada trimester terakhir. Pada sapi jantan dijumpai luka pada preputium disertai adanya reaksi peradangan dan eksudat yang kental. Virus banyak ditemukan pada hati dan ginjal janin yang diabortuskan.
e. Bentuk neonatal
Infeksi ini biasanya dimulai ketika pedet masih dalam kandungan. Gejala umum adalah demam, anoreksia, depresi, dipsnoea, keluarnya eksudat serous dari mata, serta diare yang persisten.
Infeksi ini biasanya dimulai ketika pedet masih dalam kandungan. Gejala umum adalah demam, anoreksia, depresi, dipsnoea, keluarnya eksudat serous dari mata, serta diare yang persisten.
Patologi
Pada bentuk pernafasan ditemukan lesi yang dimulai dari mulut, tekak, tenggorokan dan bronchus. Apabila disertai infeksi sekunder dapat ditemukan bronchopneumonia. Pembengkakan juga ditemukan pada kelenjar limfe retrofaringeal, bronchial dan mediastinal. Hati pada janin bentuk genital dan keguguran menujukkan adanya radang nekrotik yang bersifat lokal. Jaringan fetus pada umumnya mengalami autolisis. Pada bentuk neonatal dijumpai jejas nekrosis pada kerongkongan dan lambung depan. Pedet yang mengalami kematian pada bentuk ensefalik menunjukkan radang pada otak dan selaputnya.
Diagnosa
Diagnosa didasarkan atas anamnese, gejala klinis, patologi. Secara laboratorium dapat dilakukan secara histopatologi dan virologi. Pemeriksaan adanya virus dapat dilakukan secara isolasi dari usapan vagina atau trachea atau organ dari saluran pernafasan dan reproduksi yang diinokulasikan pada biakan sel /sel (Mardin Darby Bovine Kidney) MDBK, kemudian dilihat adanya kerusakan sel berupa adanya CPE (Cytopathogenic Effect). Identifikasi virus dilakukan secara FAT (Fluorecent Antibody Test).
Pemeriksaan adanya zat kebal dilakukan dengan uji serum neutralization (SN) dengan menggunakan biakan sel, AGDT (Agar Gel Diffusion Test) atau CFT (Complement Fixation Test).
Diagnosa Banding
Penyakit ini dapat dikelirukan dengan Pasteurellosis, Bovine Viral Diarrhea (BVD), Diphteria, Shipping Fever, rhinitis karena alergi, dan Malignant Catarrhal Fever (MCF).
PENGENDALIAN
Pencegahan penyakit dapat dilakukan vaksinasi, kebersihan dan sanitasi kandang perlu dilakukan. Pemberian antibiotik dan vitamin dapat diberikan untuk mengurangi infeksi sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous 1996. Manual of Standards for Diagnostic test and vaccines. Office Interiational Des Epizooties. world Organization for Animal health. 281 -290.
Anonimus 1999. Manual Diagnostik Penyakit Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Japan International Cooperation Agency (JICA), Jakarta.
The Merek Veterinary Manual, Merek & Co Inc. Rahway. N Y USA, seventh edition.
Cottral GE 1978. Manual of Standardized Methods for Veterinary Microboloty. Comsock Publishing Assosiates. Cornell University Press, first edition.
Pencegahan penyakit dapat dilakukan vaksinasi, kebersihan dan sanitasi kandang perlu dilakukan. Pemberian antibiotik dan vitamin dapat diberikan untuk mengurangi infeksi sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous 1996. Manual of Standards for Diagnostic test and vaccines. Office Interiational Des Epizooties. world Organization for Animal health. 281 -290.
Anonimus 1999. Manual Diagnostik Penyakit Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Japan International Cooperation Agency (JICA), Jakarta.
The Merek Veterinary Manual, Merek & Co Inc. Rahway. N Y USA, seventh edition.
Cottral GE 1978. Manual of Standardized Methods for Veterinary Microboloty. Comsock Publishing Assosiates. Cornell University Press, first edition.