Penyakit Orf

Orf atau ektima kantagiosa adalah sejenis penyakit kulit sangat menular yang disebabkan oleh virus dari genus virus para pox dari keluarga virus Poxviridae (Fauquet dan Mayo, 1991). Penyakit ini menyerang terutama temak kambing dan domba, serta dapat rnenular kepada manusia (zoonosis). Di beberapa daerah di Indonesia penyakit orf di­ sebut juga sebagai penyakit dakangan (Bali), puru atau muncung (Sumatera Barat), atau bintumen (Jawa Barat).
 
Orf adalah suatu penyakit hewan menular pada kambing dan domba yang ditandai dengan terbentuknya popula, vesikula dan keropeng pada kulit di daerah bibir/di sekitar bibir.

Penyakit ini pada umumnya menyerang hewan muda umur 3-5 bulan, terkadang hewan dewasa dapat juga ditulari, disamping itu dapat menulari pada manusia.

Penyakit ini mempunyai arti ekonomik yang cukup penting karena dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan kematian. Disamping itu mempunyai arti kesehatan masyarakat veteriner karena dapat menulari manusia.

ETIOLOGI

Penyebab

Virus orf berukuran antara 220-250 nm pan­ jang dengan lebar antara 120-140 nm (Hessami dkk., 1979). Precausta dan Stellrhann (1973) melaporkan bahwa virus orf tahan terhadap pemanasan pada suhu 50°C selama 30 menit. Virus ini tahan ter­ hadap proses pembekuan dan pencairan dan juga tahan terhadap getaran ultrasonik, tetapi tidak tahan terhadap sinar ultra violet (Sawhney, 1972). Precausta dan Stellmann (1973) juga melaporkan bahwa virus orf tidak tahan terhadap chloroform, tetapi sedikit tahan terhadap ether. Virus orf memiliki antigen presipitasi, fiksasi komplement, serta netralisasi, tetapi tidak memili­ ki antigen aglutinasi sel darah merah (Abdussalam, 1958).

EPIDEMIOLOGI

Sifat Alami Agen

Virus ini sangat tahan terhadap pengaruh udara luar dan kekeringan, tetap hidup di luar sel selama beberapa bulan lamanya serta dapat hidup beberapa tahun pada keropeng kulit, sedangkan pada suhu kamar dapat tahan selama 15 tahun. Virus Parapox tahan terhadap ether dan labil terhadap asam.

Spesies rentan

Kambing dan domba merupakan hewan utama bagi penyakit orf. Hussain dan Burger (1989) melaporkan bahwa ternak kambing dan domba dengan mudah dapat terserang penyakit orf, namun masa latensi penyakit lebih sing kat pada ternak kambing. Hewan lainnya seperti rusa, onta dan anjing juga dapat ditulari penyakit ini.

Kambing dan domba yang terserang penyakit orf dan kemudian sembuh menjadi kebal terhadap serangan penyakit orf. Kekebalan ini berlangsung paling sedikit selama setahun setelah ternak sem­ buh dari penyakit ini. Kekebalan yang diperoleh ini hanya sedikit saja diturunkan oleh seekor induk kepada anaknya. Akibatnya anak-anak kambing atau domba yang masih sangat muda dan menda­ pat serangan orf yang berat kebanyakkan akan mati (Thedford, 1984).

Sifat Penyakit

Angka kesakitan penyakit ini dapat mencapai 90% pada hewan muda tetapi angka kematian relatif rendah. Sifat penyakit ini umumnya endemik dan penyakit banyak muncul pada kelompok kambing yang baru datang pada suatu wilayah.

Cara Penularan

Cara penularan terjadi melalui kontak (luka kulit pada saat menyusui, kelamin dan bahan yang mengandung virus). Masa inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih 2 hari.

GEJALA PENYAKIT

Gejala Klinis

Pada hewan yang menderita penyakit ini gejala berupa peradangan pada kulit sekitar mulut, kelopak mata, alat genital, ambing pada hewan yang sedang menyusui dan medial kaki atau pada tempat yang jarang ditumbuhi bulu. Selanjutnya peradangan berubah menjadi eritema, lepuh pipih yang mengeluarkan cairan, membentuk kerak yang mengelupas setelah 1-2 minggu. Pada selaput lendir yang terserang tidak terjadi pengerakan. Apabila lesi tersebut hebat maka pada bibir yang terserang terdapat kelainan yang menyerupai bunga kol.
Apabila tidak terjadi infeksi sekunder maka lesi ini biasanya akan sembuh setelah penyakit berlangsung 4 minggu dan sebaliknya bila muncul infeksi sekunder akan meningkatkan derajat keparahan penyakit.

Pada hewan muda keadaan ini sangat mengganggu sehingga dapat menyebabkan kematian. Pada manusia gejala klinis berupa lepuh pada tangan dan lengan. Lesi ini kemudian mengering serta mengeras setelah 2-3 minggu.

Patologi

Pada bedah bangkai tidak terlihat adanya kelainan-kelainan yang mencolok pada alat tubuh bagian dalam kecuali kelainan pada kulit.

Diagnosa

Dengan melihat kejadian penyakit yang tersebar cepat, hanya menyerang hewan muda dan terdapat lesi di sekitar mulut maka dengan mudah dapat didiagnosa penyakit menular ini. Konfirmasi laboratorium dapat dilakukan dengan mengetahui adanya antigen Orf pada lesi dengan cara uji Agar Gel Diffusion (AGD) atau uji Complement Fixation Test (CFT) dan dapat juga dilakukan Netralisation Test pada paired sera.

PENGENDALIAN

Pengobatan

Hewan terjangkit penyakit dapat diberi antibiotika berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder. Disamping itu dapat diberikan multivitamin untuk memperbaiki kondisi tubuh sedangkan kulit yang terinfeks diberikan pengobatan lokal dengan jodium tincture.

Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan

Untuk pencegahan penyakit Orf dapat diberikan autovaksin untuk daerah endemik. Vaksin ini dibuat dari keropeng kulit hewan yang menderita yang disuspensi menjadi 1% dalam 50% gliserin saline. Vaksinasi diberikan dengan cara pencacaran kulit pada daerah sebelah dalam paha, atau disekitar leher untuk hewan dewasa. Anak domba/kambing biasanya divaksin pada umur 1 bulan dan diulang pada umur 2-3 bulan, sehingga akan diperoleh kekebalan yang optimal. Pada daerah yang belum pernah terjangkit tidak dianjurkan mengadakan vaksinasi Orf. Untuk pengendalian penyakit maka hewan yang menunjukan gejala segera diasingkan sehingga perluasan penyakit dapat dibatasi. Disamping itu kandang yang tertular sebaiknya tidak dipakai dalam waktu cukup lama atau difumigasi sebelum digunakan kembali. Pada daerah tertular segera diberi vaksinasi massal dan hewan yang mati akibat penyakit segera dibakar atau dikubur dalam-dalam.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1999. Manual Diagnostik Penyakit Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Japan International Cooperation Agency (JICA), Jakarta.

Jensen Ruc 1974. Discasc Of Sheep, Lea and febiger. Philadelphia, page. 135-138. http://www.cdc.gov/ncidod/dvrd/orf_virus/images/sheep_orf_lg.jpg. http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/a/a0/Orf_virus.jpg. Abdussalam, M. 1958. Contagious pustular der­ matitis. IV. Immunological reaction. J. Camp. Path. 68: 23-35.

Fauquet, C. and Mayo, M.A. 1991. Virus Families and Groups. In Classification and Nomen­ clature of Viruses. Fifth Report of the Inter­ national Committee on Taxonomy of Viruses, pp. 63-79 (eds. R.B. Francki, C.M. Fauquet, D.L. Knudson, and F. Brown) Archives of Virology Supplement 2. Springer-verlag. Wien, New York.

Gardiner. M.R., Craig. J., and Nairn, M.E. 1967. An unusual outbreak of contagious ecthyma (scabby mouth) in sheep. Aust. Vet. J. 43: 163-165.

Hessarni, M .• Keney, D.A., Pearson, L.D., and Stroz, J. 1979. Isolation of parapoxviruses from man and animals: Cultivation and cel­ lular changes in bovine foetal spleen cells. Compo Immun. Microbiol. Infect. Dis. 2: 1-7.

Sawhney, A.N. 1972. Studies on the virus of con­ tagious pustular dermatitis: Physico-chemical properties. Indian Vet. J. 49: 14-19.

Thedford, T.R. 1984. Penuntun Kesehatan Ternak Kambing. Alih bahasa P. Ronohardjo dan R. Sutedjo. Balitvet, Bogor