Penyakit Trichomoniasis

Sinonim : Trichomonosis = (sekarang dinamakan Tritrichomonosis), Bovine Trichomoniasis, Bovine Genital Trichomoniasis, Bovine Trichomonad Abort
A. PENDAHULUAN

Trichomoniasis merupakan penyakit venereal pada hewan ternak yang disebabkan oleh Tritrichomonas foetus (T. Foetus) yaitu dari jenis protozoa. Penyakit ini menyebabkan kerugian yang sangat besar karena dapat menyebabkan kawin berulang (repeat breeding), perpanjangan interval calving, dan penurunan reproduksi hewan ternak (infertilitas). Gejala klinis dari penyakit ini antara lain: vaginitis, cervicitis atau endometritis, pyometra, dan abortus pada kebuntingan usia muda (50-100 hari). Penyakit ini dapat menular melalui kawin alami ataupun inseminasi buatan dari sapi jantan yang terkena tritrichomonosis.

Untuk pertama kali trichomonas pada sapi dilaporkan oleh Kunstler pada tahun 1888 di Paris, kemudian dilaporkan juga oleh Mazzanti pada tahun 1900 di Italia. Dengan ditemukannya penyakit baru saat itu yaitu brucellosis, trichomoniasis menjadi kurang mendapat perhatian. Tahun 1924 - 1925, Drescher, Riedmuller dan Abelein di Jerman mengungkap kembali tentang trichomoniasis ini lebih lanjut.

B. ETIOLOGI

Agen penyebab penyakit ini adalah protozoa dari filum Sarcomastigophora, subfilum mastigophora, kelas zoomastigophorea, ordo trichomonadida, famili trichomonadidae, genus tritrichomonas dan spesies Tritrichomonas foetus. Hospes alami (natural host) dari protozoa ini adalah sapi bos taurus dan bos indicus namun dapat juga menyerang babi, kuda, rusa, dan kucing. Agen tersebut memiliki panjang antara 8-18 µm dan lebar antara 4-9 µm. Berkembang biak dengan longitudinal binnary fussion.

Trichomoniasis pada sapi disebabkan oleh protozoa berflagela yang disebut Trichomonas foetus (T.foetus) atau T.uterovaginalis vitulae, T.Genetalis, T.Bovinus atau T.Mazzanti. Ciri khas dari trichimonas ini adalah memiliki membrana undulans sepanjang tubuhnya, 3 flagella anterior berasal dari blepharoplast terletak pada bagian paling depan dari tubuh.

Gambar 1. Penyebab Trichomoniasis pada sapi

C. EPIDEMIOLOGI

1. Spesies Rentan
T.foetus diketahui menyerang sapi, zebu, serta kemungkinan babi, kuda dan rusa kecil (roe deer). Hewan percobaan laboratorium seperti kelinci, golden hamster, marmot, mencit dapat diinfestasi dengan T.foetus. Penyakit ini dapat menyerang baik sapi jantan maupun betina dan juga dapat menyerang kucing.

2. Sifat Penyakit
Penyakit ini bersifat menahun (kronis). Angka morbiditas tinggi (lebih dari 90% sapi betina yang rentan dapat terinfeksi bila dikawini pejantan yang sakit), namun angka mortalitas rendah. Peningkatan prevalensi Trichomoniasis bisa disebabkan oleh pejantan terinfestasi yang tidak memperlihatkan gejala sakit.

3. Cara Penularan
Penyakit ini ditularkan melalui koitus secara alami, dapat juga melalui penggunaan semen atau peralatan yang terkontaminasi pada inseminasi buatan. Penularan non venereal jarang dijumpai. Parasit ini dapat bertahan di dalam semen yang disimpan dalam suhu 5 Celcius maupun semen cryopreservation.

D. PENGENALAN PEYAKIT

1. Gejala Klinis
Gejala Trichomoniasis sulit ditentukan karena kurang jelas dan tidak spesifik. Umumnya diketahui setelah penyakit menyebar pada suatu kawanan ternak dan terjadi masalah pada fertilitas ternak tersebut.

Gejala klinis pada sapi jantan
Sapi jantan yang terinfestasi oleh T.foetus tidak menunjukan gejala klinis (asimptomatis). Kualitas semen dan perilaku seksualnya tidak terpengaruhi. Namun semen yang dihasilkan oleh pejantan dapat terkontaminasi oleh T.foetus sehingga dapat menular ke betina.

Gejala klinis pada sapi betina
Gejala klinis muncul setelah 1,5 – 2 bulan post infestasi. Penyakit ini ditandai dengan munculnya endometritis, pyometra, kawin berulang (repeat breeding), dan aborsi pada tri semester pertama.

Gejala klinis pada sapi yang digembalakan (herd)
a. Gejala klinis yang muncul pada kawanan sapi yang digembalakan antara lain perpanjangan masa involusi uteri (calving interval) melebihi 90 hari.
b. tingkat kebuntingan yang menurun.
c. endometritis, pyometra, dan abortus. d. kembali estrus setelah kawin.

2. Patologi
Secara patologi kelainan pada penyakit ini tidak khas, yaitu adanya placentitis dan endometritis. Di dalam kotiledon ditemukan sarang-sarang nekrosa dan perdarahan. Plasenta terlihat menebal dan ditutupi eksudat kental berwarna kekuningan. Bila fetus masih tertinggal di dalam biasanya dalam keadaan maserasi.

3. Diagnosa
Diagnosa sementara didasarkan atas sejarah dan gejala klinis namun harus dibuktikan minimal satu dalam kelompok hewan ditemukan T.foetus.

Teknik Diagnosa
T.foetus dapat didiagnosa dengan teknik langsung maupun tidak langsung.

Intradermal test
Tes intradermal pertama kali dilaporkan oleh Kerr 1944. Dengan dosis 0,1 ml antigen “tricin” diinjeksikan intradermal di kulit leher. Kemudian ditunggu reaksinya 30-60 menit kemudian. Reaksi positif ditunjukkan dengan munculnya plak dangkal (>2 mm) pada daerah injeksi.

Uji Serologi
Deteksi respon humoral terhadap T.foetus dapat ditunjukkan dengan serum darah, mukosa vagina, dan sekresi preputium.

4. Diagnosa banding
T.foetus dibedakan dengan genus protozoa yang lain seperti Monocercomonas, Bodo, Monas dan lain-lain yaitu dengan mengenali bentuk, besar serta ada tidaknya membrana undulans, axostyle, flagella dan cara bergerak. Pada kejadian abortus pada trichomoniasis, vibriosis, dan brucellosis berturut-turut terjadi pada bagian sepertiga pertama, sepertiga pertengahan dan sepertiga terakhir masa kebuntingan. Pada brucellosis, selain gejala abortus dapat ditemukan retensio secundinae.

E. PENGENDALIAN

1. Pengobatan
Pengobatan tritrichomonosis terdiri atas 3 kali injeksi dengan 15 hingga 30 gram ipronidazole secara IM dengan selang waktu 24 jam. Namun, sebelum pemberian ipronidazole, sebaiknya hewan diberikan antibiotik sistemik seperti tetracyclin atau penicilin. Hal ini bertujuan untuk mematikan mikroflora normal dalam saluran reproduksi yang dapat menginaktifkan imidazole (turunan ipronidazole).

2. Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
a. Pelaporan
Apabila petugas menemukan sapi jantan maupun betina yang pantas disangka menderita trichomoniasis maka harus melaporkan hal tersebut kepada pimpinannya untuk diambil tindakan lebih lanjut.

b. Pencegahan
Sampai sekarang belum ada vaksin untuk menimbulkan imunitas pada sapi-sapi terhadap trichomonas Biasanya hewan yang sembuh mendapatkan kekebalan alamiah dan hal ini dinyatakan bahwa dalam observasi sapi tidak pernah mengalami 2 kali keguguran oleh penyakit ini.
Untuk mencegah penularan penyakit, perlu diambil tindakan pencegahan sebagai berikut :
(1) Mengetahui asal-usul dan fertilitas sapi yang akan dimasukkan.
(2) Memeriksa sapi betina dan jantan yang baru dibeli sebelum
dimasukkan dalam kawanan ternak.
(3) Pembelian sapi baru bukan dara atau tidak bunting tapi sudah dikawinkan, sebaiknya jangan dikawinkan dengan pejantan yang sudah ada, lebih baik dikawinkan dengan IB.
(4) Semua sapi yang dibeli dalam keadaan bunting, setelah partus jangan dikawinkan secara alam sebelum lewat 90 hari post partus dan telah mengalami dua kali birahi normal berturut-turut.
(5) Bila terjadi abortus pada sapi betina, seluruh bagian dari fetus dikeluarkan dan sapi diisolasi. Sapi yang lain diistirahatkan (tidak boleh dikawinkan).
(6) Sapi betina yang sakit tidak dikawinkan sementara waktu sekurang- kurangnya 90 hari.
(7) Sapi jantan yang sakit dianjurkan dipotong.
(8) Hewan yang dipotong dagingnya bisa dimakan, sedang alat-alat reproduksi beserta isinya harus dimusnahkan.

c. Pengendalian dan Pemberantasan
Manajemen Infeksi
Apabila dalam suatu kawanan sapi terinfeksi T.foetus, maka dilakukan beberapa tindakan untuk meminimalkan kerugian antara lain :
(1) Memeriksa semua pejantan. Pejantan yang terinfestasi kemudian diobati atau dipotong dan digantikan dengan pejantan yang baru.
(2) Memeriksa betina yang mengalami perpanjangan calving interval. (4) Menerapkan biosekuriti untuk mencegah masuknya penyakit.
(3) Membagi sapi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok bersih dan kelompok kotor. Kelompok bersih terdiri atas betina baru yang tidak terinfestasi T.foetus.
(4) Vaksinasi. Vaksinasi tidak mencegah transmisi dan infeksi T.foetus hanya mengurangi durasi infeksi. Vaksinasi cukup efektif diberikan kepada betina tetapi tidak pada pejantan. Vaksinasi hanya diberikan jika pejantan tidak dapat diperiksa dan dikeluarkan dari kawanan.


F. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Trichomoniasis Pada Sapi. [terhubung berkala] http://vetgator.com/ trichomoniasis-pada-sapi/ [5 September 2012]

Anonim 1978. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. Jilidi I, pp 93-102.

Fraser CM 1986 The Merck Veterinary Manual, 6th ed, pp 637-639. Gibbons WJ 1963. Disease of Cattle, 2nd ed. Pp 676-684.

Hagan WA and DW Bruner 1961. The infectious Diseases of Domestic Animals, pp. 592-597

Juergenson EM 1980. Approved Practices in Beef Cattle Production, Davis University of California, pp 316.

Kementan, 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia

Levine ND 1995. Protozoologi Veteriner (Terjemahan dalam bahasa Indonesia). Penerjemah Prof. Dr. Drh. Soeprapro Soehardono, Msc, U.G.M. Univ. Press, pp 82-91, 461-463.

Partoutomo S dan R Soetedjo 1977. Trichomoniasis Pada Seekor Sapi FH Pejantan di Pasuruan, Lembaga Penelitian Penyakit Hewan, Bulletin no.4, hal. 38- 5.

Soltenow CL and Dyer NW 2007. Bovine trichomoniasis a venereal disease of cattle. [terhubung berkala] http://www.ag.ndsu.edu [28 Februari 2012]

Urquhart GM, J Armur, JL Duncan, AM Dunn, FW Jennings 1994 Veterinary Parasitology, Departement of Veterinary Parasitology, the Faculty of Veterinary Medicine, the University of Glasgow, Scotland, pp 214-241.