A. PENDAHULUAN
Toxoplasmosis adalah salah satu penyakit zoonosis yang banyak dijumpai di hampir seluruh dunia dan menyerang berbagai jenis mamalia, termasuk satwa exotics dan hewan berdarah panas lainnya. Kasus toxoplasmosis juga banyak terjadi pada manusia bahkan disebut sebagai opportunistic diseases pada immunocompromise patients. Penyakit ini mempunyai dampak ekonomis yang penting karena mampu menimbulkan penuruan produksi, gangguan pertumbuhan dan fertilitas, termasuk abortus. Biaya pengobatan yang tinggi dan penurunan kualitas sumber daya manusia merupakan kerugian lain yang juga harus dipertimbangkan.
B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit toxoplasmosis adalah Toxoplasma gondii yang bersifat parasit intraselular obligat (Gambar 1). Nama Toxoplasma berasal dari kata toxon (bahasa Yunani) yang berarti busur (bow) yang mengacu pada bentuk sabit (crescent shape) dari takizoit. Adapun gondii berasal dari kata Ctenodactylus gondii, seekor rodensi dari Afrika utara dimana parasit tersebut pertama kali ditemukan pada tahun 1908. Toxoplasma gondii termasuk anggota filum Apicomplexa, kelas Sprozoa, subkelas Coccidia, dan subordo Eimeria. Protoza ini mampu menginfeksi semua sel berinti, termasuk makrofag yang seharusnya berfungsi memfagositosis dan mengeliminasi pathogen.
B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit toxoplasmosis adalah Toxoplasma gondii yang bersifat parasit intraselular obligat (Gambar 1). Nama Toxoplasma berasal dari kata toxon (bahasa Yunani) yang berarti busur (bow) yang mengacu pada bentuk sabit (crescent shape) dari takizoit. Adapun gondii berasal dari kata Ctenodactylus gondii, seekor rodensi dari Afrika utara dimana parasit tersebut pertama kali ditemukan pada tahun 1908. Toxoplasma gondii termasuk anggota filum Apicomplexa, kelas Sprozoa, subkelas Coccidia, dan subordo Eimeria. Protoza ini mampu menginfeksi semua sel berinti, termasuk makrofag yang seharusnya berfungsi memfagositosis dan mengeliminasi pathogen.
Gambar 1. Takizoit yang berada didalam sel (intraseluler, pembesaran 1000X) |
C. EPIDEMIOLOGI
1. Siklus hidup
Secara garis besar, siklus hidup T.gondii terbagi atas dua siklus, yaitu seksual (schizogoni) dan aseksual (gametogoni). Kedua siklus hidup ini terjadi pada inang definitif (famili Felidae) sedangkan pada inang perantara (burung dan mamalia, termasuk manusia) hanya terjadi siklus hidup secara aseksual. Siklus hidup seksual terjadi karena adanya peleburan gamet yang masing-masing berisi kromosom haploid, sedangkan pada siklus aseksual hanya terjadi pembelahan vegetatif, yaitu organisme berkembang dengan membelah diri.
3. Spesies rentan
Semua spesies rentan terhadap T.gondii termasuk manusia.
5. Sifat Penyakit
Dapat besifat akut dan kronis tergantung dari galur T.gondii dan induk semangnya.
6. Cara Penularan
Bentuk infektif dari T.gondii adalah takizoit atau tropozoit yang terdapat dalam cairan tubuh, bentuk kedua adalah bradizoit atau sista yang terdapat didalam jaringan dan bentuk ketiga adalah sporozoit yang terdapat didalam oosista Bentuk sista banyak ditemukan pada organ, terutama otak, otot skelet dan jantung. Cacing tanah,kecoa dan tikus dapat berperan sebagai sumber penular toxoplasma tanpa kehilangan virulensinya.
Faktor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya penularan pada manusia, antara lain kebiasaan makan sayuran mentah dan buah-buahan yang dicuci kurang bersih, kebiasaan makan tanpa cuci tangan terlebih dahulu, mengkonsumsi makanan dan minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga membuka jalan terjadinya kontaminasi ookista.
D. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala Klinis
Gejala klinis toxoplasmosis pada manusia bersifat non spesifik atau sering kali tidak menimbulkan manifestasi klinis yang jelas. Masa inkubasi toxoplasmosis sekiatr 2-3 minggu. Gejala yang muncul merupakan gejala umum biasa, antara lain demam, pembesaran kelenjar linfe di leher bagian belakang. Apabila infeksi mengenai susunan syaraf pusat maka akan menyebabkan encephalitis (toxoplasma ceebralis akut). Parasit yang masuk ke dalam otot jantung mengakibatkan terjadinya peradangan. Adapun lesi pada mata akan mengenai khorion dan rentina sehingga menimbulkan irridosklitis dan khorioditis (toxoplasmosis ophithal mica akuta). Bayi dengan toxoplamosis kongenital akan lahir sehat tetapi dapat pula timbul gambaran eritroblastosis foetalis dan hidrop foetalis.
2. Patologi
Penderita toxoplasmosis umumnya menunjukkan adanya nodul-nodul nekrosa dalam paru-paru, hati, limpa, dan ginjal. Sel-sel disekitar nodul tersebut mengandung toxoplasmosis yang tergabung dalam koloni-koloni terminal (Pseudo-cysts) atau parasit-parasit itu terletak bebas dalam jaringan- jaringan. Parasit ini juga banyak dijumpai didalam sel-sel pada pinggir ulkus- ulkus usus.
Toxoplasmosis sekali-sekali ditemukan di dalam mata anjing. Disamping itu juga memperlihatkan gejala renitis, neuritis. Pada unggas, toxoplasmosis otak merupakan perubahan-perubahan yang sering terlihat.
3. Diagnosa
Pengenal hewan yang menderita toxoplasmosis sangat sulit karena tidak memberikan gejala klinis yang jelas. Diagnosis dini dapat ditegakkan dengan melakukan uji serologis untuk mendeteksi adanya antibodi (IgM atau IgG) baik secara indirect haemaglutination assay (IHA), direct ggutination test (DAT), inhibition fluorescent assay (IFA) atau enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Kit diagnosa cepat lainnya untuk penyakit ini adalah Field ELISA (FELISA) dan PCR.
4. Diagnosa Banding
Keguguran yang diakibatkan oleh toxoplasmosis pada kambing dan domba seringkali sulit dibedakan dengan keguguran akibat infeksi dengan Chlamydophila abortus, Coxiella burnetii, Brucella melitensis, Caprine dan Ovine brucellosis, Campylobacter fetus fetus, Salmonella spp, Border disease, Bluetongue, Wesselsbron’s disease dan penyakit akabane. Pada babi, sering juga sulit dibedakan pada kasus abortus karena Brucella suis. Beberapa litratur juga menyebutkan bahwa gejala toxoplasmosis mirip dengan distemper (anjing dan kucing), sistemik mikosis (histoplasmosis, cryptococcosis) dan Neospora caninum.
E. PENGENDALIAN
1. Pengobatan
Pada ternak pengobatan yang dilakukan adalah dengan pemberian preparat Clindamycin dengan dosis 25-50 mg/kg berat badan per hari dibagi menjadi 2 dosis, yaitu pagi dan sore diberikan secara per oral. Pengobatan ini diberikan sampai 2 minggu setelah gejala klinis hilang. Preparat yang lain adalah Sulfidazine dengan dosis 30 mg/kg berat badan diberikan per oral setiap 12 jam . Bersama-sama dengan pemberian pyrimethamine 0,5 mg/kg berat badan, dan untuk mengurangi gejala samping yang timbul, maka pada waktu memberi makan perlu ditambahkan folinic acid 5 mg/hari .
Vaksinasi Toxoplasmosis yang saat ini tersedia adalah vaksin hidup untuk domba, misalnya di Belanda terdapa Toxovax, Intervet BV; di New Zealand (Toxovax, Agvax, Ag Research). Saat ini vaksin-vaskin tersebut telah mendapatkan lisensi untuk digunakan di UK, Irlandia, Perancis, Portugal dan Spanyol. Vaksin ini akan menstimulasi immun protektif selama sekurang- kurangnya 18 bulan pasca pemberian dosis tunggal dan mempunyai waktu efektif yang pendek serta berpotensi mempunyai dampak immunosupresi.
2. Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
1. Siklus hidup
Secara garis besar, siklus hidup T.gondii terbagi atas dua siklus, yaitu seksual (schizogoni) dan aseksual (gametogoni). Kedua siklus hidup ini terjadi pada inang definitif (famili Felidae) sedangkan pada inang perantara (burung dan mamalia, termasuk manusia) hanya terjadi siklus hidup secara aseksual. Siklus hidup seksual terjadi karena adanya peleburan gamet yang masing-masing berisi kromosom haploid, sedangkan pada siklus aseksual hanya terjadi pembelahan vegetatif, yaitu organisme berkembang dengan membelah diri.
3. Spesies rentan
Semua spesies rentan terhadap T.gondii termasuk manusia.
5. Sifat Penyakit
Dapat besifat akut dan kronis tergantung dari galur T.gondii dan induk semangnya.
6. Cara Penularan
Bentuk infektif dari T.gondii adalah takizoit atau tropozoit yang terdapat dalam cairan tubuh, bentuk kedua adalah bradizoit atau sista yang terdapat didalam jaringan dan bentuk ketiga adalah sporozoit yang terdapat didalam oosista Bentuk sista banyak ditemukan pada organ, terutama otak, otot skelet dan jantung. Cacing tanah,kecoa dan tikus dapat berperan sebagai sumber penular toxoplasma tanpa kehilangan virulensinya.
Faktor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya penularan pada manusia, antara lain kebiasaan makan sayuran mentah dan buah-buahan yang dicuci kurang bersih, kebiasaan makan tanpa cuci tangan terlebih dahulu, mengkonsumsi makanan dan minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga membuka jalan terjadinya kontaminasi ookista.
D. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala Klinis
Gejala klinis toxoplasmosis pada manusia bersifat non spesifik atau sering kali tidak menimbulkan manifestasi klinis yang jelas. Masa inkubasi toxoplasmosis sekiatr 2-3 minggu. Gejala yang muncul merupakan gejala umum biasa, antara lain demam, pembesaran kelenjar linfe di leher bagian belakang. Apabila infeksi mengenai susunan syaraf pusat maka akan menyebabkan encephalitis (toxoplasma ceebralis akut). Parasit yang masuk ke dalam otot jantung mengakibatkan terjadinya peradangan. Adapun lesi pada mata akan mengenai khorion dan rentina sehingga menimbulkan irridosklitis dan khorioditis (toxoplasmosis ophithal mica akuta). Bayi dengan toxoplamosis kongenital akan lahir sehat tetapi dapat pula timbul gambaran eritroblastosis foetalis dan hidrop foetalis.
2. Patologi
Penderita toxoplasmosis umumnya menunjukkan adanya nodul-nodul nekrosa dalam paru-paru, hati, limpa, dan ginjal. Sel-sel disekitar nodul tersebut mengandung toxoplasmosis yang tergabung dalam koloni-koloni terminal (Pseudo-cysts) atau parasit-parasit itu terletak bebas dalam jaringan- jaringan. Parasit ini juga banyak dijumpai didalam sel-sel pada pinggir ulkus- ulkus usus.
Toxoplasmosis sekali-sekali ditemukan di dalam mata anjing. Disamping itu juga memperlihatkan gejala renitis, neuritis. Pada unggas, toxoplasmosis otak merupakan perubahan-perubahan yang sering terlihat.
3. Diagnosa
Pengenal hewan yang menderita toxoplasmosis sangat sulit karena tidak memberikan gejala klinis yang jelas. Diagnosis dini dapat ditegakkan dengan melakukan uji serologis untuk mendeteksi adanya antibodi (IgM atau IgG) baik secara indirect haemaglutination assay (IHA), direct ggutination test (DAT), inhibition fluorescent assay (IFA) atau enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Kit diagnosa cepat lainnya untuk penyakit ini adalah Field ELISA (FELISA) dan PCR.
4. Diagnosa Banding
Keguguran yang diakibatkan oleh toxoplasmosis pada kambing dan domba seringkali sulit dibedakan dengan keguguran akibat infeksi dengan Chlamydophila abortus, Coxiella burnetii, Brucella melitensis, Caprine dan Ovine brucellosis, Campylobacter fetus fetus, Salmonella spp, Border disease, Bluetongue, Wesselsbron’s disease dan penyakit akabane. Pada babi, sering juga sulit dibedakan pada kasus abortus karena Brucella suis. Beberapa litratur juga menyebutkan bahwa gejala toxoplasmosis mirip dengan distemper (anjing dan kucing), sistemik mikosis (histoplasmosis, cryptococcosis) dan Neospora caninum.
E. PENGENDALIAN
1. Pengobatan
Pada ternak pengobatan yang dilakukan adalah dengan pemberian preparat Clindamycin dengan dosis 25-50 mg/kg berat badan per hari dibagi menjadi 2 dosis, yaitu pagi dan sore diberikan secara per oral. Pengobatan ini diberikan sampai 2 minggu setelah gejala klinis hilang. Preparat yang lain adalah Sulfidazine dengan dosis 30 mg/kg berat badan diberikan per oral setiap 12 jam . Bersama-sama dengan pemberian pyrimethamine 0,5 mg/kg berat badan, dan untuk mengurangi gejala samping yang timbul, maka pada waktu memberi makan perlu ditambahkan folinic acid 5 mg/hari .
Vaksinasi Toxoplasmosis yang saat ini tersedia adalah vaksin hidup untuk domba, misalnya di Belanda terdapa Toxovax, Intervet BV; di New Zealand (Toxovax, Agvax, Ag Research). Saat ini vaksin-vaskin tersebut telah mendapatkan lisensi untuk digunakan di UK, Irlandia, Perancis, Portugal dan Spanyol. Vaksin ini akan menstimulasi immun protektif selama sekurang- kurangnya 18 bulan pasca pemberian dosis tunggal dan mempunyai waktu efektif yang pendek serta berpotensi mempunyai dampak immunosupresi.
2. Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
a. Pelaporan
Tidak diperlukan laporan kepada Dinas Peternakan maupun Dinas Kesehatan. Namun dibeberapa negara bagian Amerika wajib melaporkan kejadian toksoplasmosis pada pihat terkait yang berfugsi untuk pemahaman lebih lanjut terhadap epidemiologi penyakit ini. Hewan penderita tidak memerlukan tindakan isolasi dan karantina. Imunisasi juga tidak diperlukan.
b. Pencegahan
Prinsip pencegahan toxoplasmosis adalah dengan memutus rantai penularan, sehingga oosista maupun sista tidak masuk ke dalam tubuh manusia maupun ternak. Dari cara penularan toksoplasmosis ke manusia, dapat terlihat jelas bahwa jalan utama masuk T.gondii ke dalam tubuh manusia adalah melalui mulut, atau dengan kata lain melalui makanan
yang tercemar oleh trofozoit, oosista atau sista. Adapun beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
(1) Mencuci tangan sebelum makan, menggunakan air dan sabun.
(2) Mencuci bersih sayuran mentah, buah- buahan, dan lalapan sebelum dikonsumsi. Usahakan mencuci menggunakan air yang mengalir.
(3) Berkebun sebaiknya memakai sarung tangan. Apabila terpaksa tidak memakai sarung tangan, sehabis berkebun harus mencuci tangan dengan air dan sabun.
(4) Anak-anak sehabis bermain dengan pasir/tanah harus mencuci tangan dengan air dan sabun.
(5) Mencegah kontaminasi makanan terhadap lalat dan kecoa. Usahakan makanan selalu ditutup.
(6) Membiasakan diri selalu cuci tangan dengan sabun setelah kontak dengan semua bahan yang mungkin tercemari oleh ookista (daging, buah, sayur, dll).
(7) Setelah membersihkan/mencuci daging, hati, otak mentah sebaiknya mencuci tangan dengan sabun untuk menghindari kemungkinan ada trofozoit atau kista yang tertinggal pada tangan.
(8) Ibu-ibu pemilik kucing yang kebetulan sedang mengandung sebaiknya jangan membersihkan tempat kotoran kucing dan jangan membersihkan daging atau jeroan yang akan dimasak.
(9) Tinja kucing dibakar atau diberi antiseptic (tidak lebih dari 1-2 hari). (10) Kucing peliharaan sebaiknya diberi makanan matang, untuk memotong siklus hidup T.gondii.
(11) Kepada pemilik hewan terutama kucing hendaknya memeriksakan hewanya ke dokter hewan.
c. Pengendalian dan Pemberantasan
Perlakuan Pemotongan Hewan dan Daging
Daging hewan yang menderita toksoplasmosis harus dimasak dengan baik hingga matang untuk membunuh parasit ini, sehingga aman untuk dikonsumsi,
Tidak diperlukan laporan kepada Dinas Peternakan maupun Dinas Kesehatan. Namun dibeberapa negara bagian Amerika wajib melaporkan kejadian toksoplasmosis pada pihat terkait yang berfugsi untuk pemahaman lebih lanjut terhadap epidemiologi penyakit ini. Hewan penderita tidak memerlukan tindakan isolasi dan karantina. Imunisasi juga tidak diperlukan.
b. Pencegahan
Prinsip pencegahan toxoplasmosis adalah dengan memutus rantai penularan, sehingga oosista maupun sista tidak masuk ke dalam tubuh manusia maupun ternak. Dari cara penularan toksoplasmosis ke manusia, dapat terlihat jelas bahwa jalan utama masuk T.gondii ke dalam tubuh manusia adalah melalui mulut, atau dengan kata lain melalui makanan
yang tercemar oleh trofozoit, oosista atau sista. Adapun beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
(1) Mencuci tangan sebelum makan, menggunakan air dan sabun.
(2) Mencuci bersih sayuran mentah, buah- buahan, dan lalapan sebelum dikonsumsi. Usahakan mencuci menggunakan air yang mengalir.
(3) Berkebun sebaiknya memakai sarung tangan. Apabila terpaksa tidak memakai sarung tangan, sehabis berkebun harus mencuci tangan dengan air dan sabun.
(4) Anak-anak sehabis bermain dengan pasir/tanah harus mencuci tangan dengan air dan sabun.
(5) Mencegah kontaminasi makanan terhadap lalat dan kecoa. Usahakan makanan selalu ditutup.
(6) Membiasakan diri selalu cuci tangan dengan sabun setelah kontak dengan semua bahan yang mungkin tercemari oleh ookista (daging, buah, sayur, dll).
(7) Setelah membersihkan/mencuci daging, hati, otak mentah sebaiknya mencuci tangan dengan sabun untuk menghindari kemungkinan ada trofozoit atau kista yang tertinggal pada tangan.
(8) Ibu-ibu pemilik kucing yang kebetulan sedang mengandung sebaiknya jangan membersihkan tempat kotoran kucing dan jangan membersihkan daging atau jeroan yang akan dimasak.
(9) Tinja kucing dibakar atau diberi antiseptic (tidak lebih dari 1-2 hari). (10) Kucing peliharaan sebaiknya diberi makanan matang, untuk memotong siklus hidup T.gondii.
(11) Kepada pemilik hewan terutama kucing hendaknya memeriksakan hewanya ke dokter hewan.
c. Pengendalian dan Pemberantasan
Perlakuan Pemotongan Hewan dan Daging
Daging hewan yang menderita toksoplasmosis harus dimasak dengan baik hingga matang untuk membunuh parasit ini, sehingga aman untuk dikonsumsi,
F. DAFTAR PUSTAKA
Artama WT 2007. Toxoplasmosis In Indonesia: Serologic and Biomolecular Diagnostic. Prosiding Simposium Nasional Parasitologi dan Penyakit Tropis, tgl. 25-26 Agustus 2007, Bali
Artama WT, R Widayanti, A Haryanto, Sumartono, dan T Iskandar 2008. Prevalensi toxoplasmosis pada sapi, kambing dan domba di Indonesia.
Artama WT 2009. Biologi molekuler Toxoplasma dan aplikasinya pada penanggulangan Toxoplasmosis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Iskandar T 1998. Pengisolasian Toxoplasma gondii dari otot diafragma seekor domba yang mengandung titer antibodi tinggi dan tanah-tinja dari seekor kucing. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 3 (2): 111-116.
Iskandar T, DT Subekti dan EF Diani 2006. Gambaran splenosit, limpa dan kekebalan pada mencit galur Balb/C yang diberi alantoin dan diinfeksi Toxoplasma gondii. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 1074-1080.
Iskandar T, A Husein dan S Widjajanti 2001. Isolasi penyebab Toxoplasma gondii dan Parasit lain dari feses kucing (Felidae). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 767-772.
Iskandar T 2006. Pencegahan Toksoplasmosis melalui pola makan dan cara hidup sehat. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. 235-241.
Iskandar T 2008. Penyakit Toksoplasmosis pada kambing dan domba di Jawa. Wartazoa. 18 (3): 157-166.
Iskandar T 2009. Pengaruh pemberian alantoin dengan pirimetamin-sulfadoksin terhadap gambaran leukosit dan jumlah takizoit pada mencit yang diinfeksi dengan Toxoplasma gondii. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 781-790.
Lebrun M, Carruthers VB, and Cesbron-Delauw MF 2007. Toxoplasma secretory proteins and their roles in cell invasion and intracellular survival. In: Toxoplasma gondii the model apicomplexan: Perspectives and methods. Weiss, L.M. and Kim, K. (eds). Elsevier Ltd., Amsterdam.
Mastra IK 2011. Prevalensi antibodi toxoplasmosis pada ayam buras di propinsi Bali. Buletin Veteriner, Balai Besar Veteriner, Denpasar. 23 (79): 123- 130.
OIE. 2008. Toxoplasmosis.
Pietkiewicz H, Hiszczynska-Sawicka E, Kur J, Petersen E, Nielsen HV, Paul M, Stankiewicz M, and Myjak P 2007. Usefulness of Toxoplasma gondii recombinant antigens (GRA1, GRA7 and SAG1) in an immunoglobulin G avidity test for the serodiagnosis of toxoplasmosis. Parasitol. Res. 100: 333–337.
Priyana A 2000. Antibodi anti Toxoplasma pada ayam kampung (Gallus domesticus) di Jakarta. Maj. Kedokt. Indon. 50(11): 504-507.
Subekti DT, ESP Sari, DR Widyastuti, R Haerlani, EF Diani, T Iskandar dan DR Laksmitawati 2005. Efek pemberian ekstrak etanol buah mengkudu pada mencit setelah diinfeksi Toxoplasma gondii galur RH. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 10 (4): 305 – 314.
Subekti DT dan NK Arrasyid 2006. Imunopatogenesis Toxoplasma gondii berdasarkan perbedaan galur. Wartazoa.16 (3): 128-145.
Subekti DT, WT Artama, E Sulistyaningsih, SH Poerwanto, Y Sari dan F Bagaskoro 2008. Kloning dan analisis hasil kloning gen GRA1 dari Takizoit Toxoplasma gondii isolah lokal. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 13 (1): 41 – 51.
Subekti DT 2008. Tinjaun terhadap Toksoplasmosis dan resikonya pada manusia. Prosiding KIVNAS, Bogor 19-22 Agustus 2008. 369-373.