Penyakit Echinococcosis

Sinonim: Kista Hidatidosa


A. PENDAHULUAN

Echinococcosis merupakan penyakit parasiter dari filum platyhelminthes, sering disebut sebagai cacing pita. Ada tiga bentuk yang terjadi pada manusia, yaitu bentuk fibrosis (Echinococcus granulosus), bentuk alveolar (E.multilocularis) dan bentuk polikistik (E.vogeli dan E.oligarthrus). Bentuk yang terakhir ini jarang terjadi, tetapi strain kistik ini yang paling umum dan dikenal sebagai penyakit hidatidosa. Semua strain mempunyai siklus hidup dan gejala klinis yang sama, tetapi mempengaruhi organ yang berbeda. Investasi larva dari cacing E.granulosus dapat membentuk kista hidatida pada berbagai jaringan. Inang normal bagi parasit dewasa adalah anjing.

Penularan penyakit terjadi akibat hewan memakan daging yang mengandung kista atau memakan tikus yang menderita Echinococcosis. Cacing dewasa hanya hidup dalam usus inang, cacing jantan segera mati setelah mengadakan perkawinan, sedangkan yang betina dapat hidup sampai mengeluarkan larva, kemudian larva akan tersebar ke seluruh tubuh inang hingga ke tempat predileksi dan menjadi kista.

B. ETIOLOGI

Disebabkan oleh paling sedikitnya 9 (sembilan) galur cacing Echinococcus granulosus yang berbeda secara biologik serta beberapa spesies lain dari Echinococcus. Cacing dewasa hidup dalam usus kecil mamalia dan larva pada jaringan inangnya, cacing dewasa berbentuk gilik, kecil, panjang 2,1-5,0 µ, biasanya hanya terdiri dari 3 proglotid, lebar 33,2 -39,8 µ, telur cacing menyerupai telur Taenia dan ukurannya 32-36 µ x 25- 30 µ.

Gambar 1. Echinococcus

Parasit cacing pita dewasa berukuran kecil dengan panjang 3-6 mm, dan berada di usus kecil. Cacing yang tersegmentasi terdiri dari scolex dengan pengisap dan kait yang memungkinkan keterikatan pada dinding mukosa, Lehernya pendek menghubungkan kepala dan proglotid dengan segmen tubuh cacing yang berisi telur, dan kemudian dikeluarkan bersama feses.

Gambar 2. Echinococcosis

Sifat Alami Agen

Pembuahan sendiri (hermaprodit) merupakan proses normal pada spesies cacing ini. Cacing ini dapat membentuk sista hidatida pada berbagai jaringan. Inang normal bagi parasit dewasa adalah anjing dan sejenisnya (rubah, srigala).

Cacing dalam jumlah ratusan ditemukan di dalam usus halus. Cacing dewasa tidak dapat hidup lama, namun kistanya dapat bertahan hidup selama bertahun- tahun.

C. EPIDEMILOGl

1. Siklus Hidup

Gambar 3. Siklus hidup Echinococcus. (1) cacing dewasa dalam perut inang definitif, (2) telur dikeluarkan bersama feses, tertelan oleh manusia atau inang perantara, (3) onchosphere menembus dinding usus, dibawa melalui pembuluh darah untuk menembus organ dalam, (4) kista hidatida berkembang di hati, paru-paru, otak, jantung, (5) protoscolices (hydatid sand) tertelan dan dicerna oleh inang definitif, (6) menembus usus halus dan tumbuh menjadi cacing dewasa.

2. Spesies Rentan
Spesies yang rentan terhadap penyakit ini adalah anjing, babi, sapi, kambing, domba, unta, kuda, rusa, kijang, kelinci, tikus biasa/putih, dan manusia.

Echinococcus granulosus menyerang pada anjing, anjing hutan, serigala, domba, babi, rusa, herbivora liar. Sedangkan E. multiocularis hanya menyerang rubah, anjing dan serigala.

3. Sifat Penyakit
Umumnya penyakit bersifat endemik.

4. Cara Penularan
Inang definitif cacing Echinococcus granulosus adalah anjing, infestasi terjadi akibat memakan bagian viscera (jeroan) domba dan ruminansia lainnya yang sudah mengandung kista.

D. PENGENALAN PENYAKIT

1. Gejala Klinis
Infestasi cacing ini menyebabkan eosinofilia (meningkatnya konsentrasi eosinofil di dalam darah). Pecahnya kista hidatidosa sebagai akibat dari trauma atau pembedahan sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan shock anafilaksis, reaksi alergi, dan risiko penyebaran pasir hidatidosa yang dapat menimbulkan kista baru di seluruh tubuh.

Gejala klinis penyakit pada hewan tidak spesifik. Pecahnya kista pada manusia dapat menyebabkan reaksi toksik seperti gatal atau bintik merah, kulit kemerahan, demam, pernafasan pendek, sianosis, muntah, diare, gangguan sirkulasi darah dan mati mendadak.

2. Patologi
Patologi anatomi tidak banyak menunjukkan kerusakan jaringan, kecuali jaringan disekitar kista, yaitu pada hampir semua organ, otot diaphragma, lidah masseter dan interkoste.

3. Diagnosa
a. Rontgen : pemeriksaan radiografi
b. USG : gambar multidimensi kista di organ dan jaringan lunak, mengidentifikasi pasir hidatidosa dan kalsifikasi
c. CT-Scan : mengidentifikasi kista hydatid untuk menilai efektivitas terapi – kalsifikasi flek menunjukkan degenerasi

Pemeriksaan laboratorium ada 2 macam cara, yaitu :

a. Metoda kompresi
Spesimen berupa sepotong kecil daging/organ diperoleh dari otopsi atau biopsi, diletakkan di antara gelas obyek dan ditekan sampai otot menjadi tipis, kemudian diperiksa dengan mikroskop.

b. Pemeriksaan Serologi
Immunodiagnostic Test, Haemagglutination/Flocculation technique, Complemen Fixation Test, Skin Test, dan ELISA.

4. Diagnosa Banding
a. Sarcosporidia pada otot (Sarcocystis miescheriana)
Larvanya lebih besar sehingga nampak jelas dengan mata telanjang.

b. Cysticercus cellulose
Larvanya lebih besar, terdapat kait dan berada di dalam jaringan ikat di antara serabut otot.

c. Trichinosis

E. PENGENDALIAN

1. Pengobatan
a. Bedah Penghapusan Kista hidatidosa
(1) efektif tetapi berisiko, tergantung pada lokasi, ukuran, dan fase kista
(2) perlu kemoterapi untuk mencegah recurrence

b. Kemoterapi Albendazole
(1) Dosis 10 mg/kg BB setiap hari atau 2x400mg selama 4 minggu, pengobatan diulangi (sampai 12 kali).
(2) Dosis tubuh sehari-hari berat 40mg/kg, 3xsehari, selama 3-6 bulan

c. PAIR Pengobatan
(1) Tusuk, aspirasi, injeksi, respirasi
(2) Menyuntikkan zat protoscolicidal menjadi kista

d. Obat :
(1) Arecoline hydrobromide peroral dengan dosis 1-2 mg/kg berat badan,
(2) Arecoline Acetarsol peroral dengan dosis 1 mg/kg berat badan, (3) Dichlorophen peroral dengan dosis 200 mg/kg berat badan,
(4) Yomesan peroral dengan dosis 50 mg/kg berat badan.

2. Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
Infeksi penyakit hidatidosa pada manusia dapat dicegah melalui pemberian pemahaman tentang risiko dan tindakan pencegahan terhadap penyakit ini secara tepat. Dalam upaya mencegah kelanjutan siklus hidup penyakit pada peternakan dan rumah potong hewan, maka sebaiknya tidak memberikan jeroan mentah sebagai pakan anjing dan memberlakukan prosedur pemeriksaan daging secara menyeluruh. Selain itu, tindakan kebersihan sangat penting dilakukan, seperti mencuci tangan sebelum makan, memasak bahan makanan hingga matang, dan memakai pakaian pelindung dan sarung tangan bila diperlukan untuk menghindari kontak dengan bahan makanan yang tercemar feses.

Strategi pengendalian dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, yang mencakup peningkatan akses terhadap diagnostik, pengobatan, pendidikan, akses terhadap air bersih, memperbaiki sanitasi dan inspeksi daging.

Program yang lebih spesifik ditujukan untuk menghilangkan E. granulosa secara langsung dengan menggunakan obat cacing untuk membunuh cacing pita, dan mengendalikan populasi anjing liar.

F. DAFTAR PUSTAKA

African Medical and Research Foundation Hydatid Disease Control. Hydatidosa Disease Control. 2006. <http://www.amref.org/index.asp?PageID=63&P rojectID=87&PiaID=3&CountryID=1>

Anonim 1981. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Jilid 1-5. Direktorat Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta

Anonim 1979. The Merck Veterinary Manual. A Handbook of Diagnosis and Therapy for The Veterinarian. USA.

Anonim 1929. “Hydatid Disease and Public Health”. British Medical Journal. i:970 CDC. Parasites and Health : Echinococcosis. 2004. <http://www.dpd.cdc.gov/ dpdx/html/Echinococcosis.htm>

Cox, FEG 2002. “History of Human Parasitology”. Clin Microbiol Rev. 15(4) :595–612.

Craig, PS, Rogan, MT, Campos-Ponce, M 2003. “Echinococcosis : Disease, Detection, and Transmission”. Parasitology. 127 : S5-S20.

Eckert, J, Gemmell, MA, Meslin, FX, and Pawlowski, ZS 2002. “WHO/OIE Manual on Echinococcosis in Humans and Animals: a Public Health Problem of Global Concern”. OIE, Paris, France.

Elmer RN, Glehn AN 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan. Edisi V. Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Grove, DI 1990. “A History of Human Helminthology”. CAB International, Wallingford, United Kingdom. 12 : 319-347.

John, David T, Petri Jr, William A 2006. “Markell and Voge’s Medical Parasitology, 9th Edition”. St. Louis: Elsevier, Parasties and Parasitological Resources. OSU. Echinococcus granulosus. <http://ryoko.biosci.ohio-state.edu/~parasite/echinococcus.html> “Some Problems of Hydatid Disease”. British Medical Journal. Jan 24, 1931, ii:146.

Kementan, 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia

Tropical Medicine Central Resource. Hydatid Disease (Echinococcosis). 2005. <http://tmcr.usuhs.mil/tmcr/chapter3/intro.htm>

Soulsby EJL 1974. Helminth, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. 6th’ Edition. London. WHO. Cystic Echinococcosis and Multilocular Echinococcosis. 2006. <http://www.who.int/zoonoses/diseases/echino coccosis/en/>