Sinonim : Distomatosis, Penyakit Cacing Hati.
A. PENDAHULUAN
Fasciolosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit cacing trematoda Fasciola gigantica maupun F.hepatica, termasuk kelas Trematoda, filum Platyhelmintes dan genus Fasciola. Cacing tersebut bermigrasi dalam parenkim hati, berkembang dan menetap dalam saluran empedu. Jenis cacing Fasciola yang ada di Indonesia adalah Fasciola gigantica, dan siput yang bertindak sebagai inang antara adalah Lymnaea rubiginosa. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa siput L.rubiginosa merupakan siput yang resisten terhadap infeksi mirasidium F.hepatica.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah rasa sakit di daerah hati, sakit perut, diare, demam dan anemia. Pada sapi dan domba, proses terpenting adalah terjadinya fibrosis hepatis dan peradangan kronis pada saluran empedu. Selanjutnya terjadi gangguan pertumbuhan, penurunan produksi susu dan berat badan. Gejala klinis yang menonjol adalah adanya edema di rahang bawah (submandibularis) pada hewan ruminansia yang menderita fasciolosis kronis.
B. ETIOLOGI
Fasciolosis disebabkan oleh cacing hemaprodit yang cukup besar, berbentuk seperti daun dengan kutikula berduri. Fasciola gigantica secara eksklusif terdapat di daerah tropis, berukuran 25-27x 3-12 mm. Fasciola hepatica ditemukan di daerah yang beriklim sedang dengan ukuran 20-30x10 mm. Kedua spesies cacing tersebut bersifat hematopagus/pemakan darah.
F.gigantica mempunyai pundak sempit, ujung posterior tumpul, ovarium Iebih panjang dengan banyak cabang. Sedangkan F.hepatica mempunyai pundak lebar dan ujung posterior lancip. Telur Fgigantica berukuran 160-196x90-100 mm, dan telur F.hepatica berukuran 130-148x60-90 mm.
Sifat Agen Penyakit
Penyakit ini terdapat di daerah yang lembab dan basah. F. gigantica tersebar di daerah tropis dan subtropis di Afrika dan Asia, sedangkan F. hepatica tersebar di daerah dingin dan dataran tinggi di Afrika, Asia, Australia, Amerika Utara dan Selatan. Penyakit ini sangat penting baik di negara yang beriklim tropis maupun subtropis, dan sebagai sumber perkembangbiakan adalah air.
Telur Fasciola sp. dapat bertahan selama 2-3 bulan dalam keadaan yang lembab (dalam feses) dan cepat mengalami kerusakan apabila berada dalam keadaan yang kering.
Fasciolosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit cacing trematoda Fasciola gigantica maupun F.hepatica, termasuk kelas Trematoda, filum Platyhelmintes dan genus Fasciola. Cacing tersebut bermigrasi dalam parenkim hati, berkembang dan menetap dalam saluran empedu. Jenis cacing Fasciola yang ada di Indonesia adalah Fasciola gigantica, dan siput yang bertindak sebagai inang antara adalah Lymnaea rubiginosa. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa siput L.rubiginosa merupakan siput yang resisten terhadap infeksi mirasidium F.hepatica.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah rasa sakit di daerah hati, sakit perut, diare, demam dan anemia. Pada sapi dan domba, proses terpenting adalah terjadinya fibrosis hepatis dan peradangan kronis pada saluran empedu. Selanjutnya terjadi gangguan pertumbuhan, penurunan produksi susu dan berat badan. Gejala klinis yang menonjol adalah adanya edema di rahang bawah (submandibularis) pada hewan ruminansia yang menderita fasciolosis kronis.
B. ETIOLOGI
Fasciolosis disebabkan oleh cacing hemaprodit yang cukup besar, berbentuk seperti daun dengan kutikula berduri. Fasciola gigantica secara eksklusif terdapat di daerah tropis, berukuran 25-27x 3-12 mm. Fasciola hepatica ditemukan di daerah yang beriklim sedang dengan ukuran 20-30x10 mm. Kedua spesies cacing tersebut bersifat hematopagus/pemakan darah.
F.gigantica mempunyai pundak sempit, ujung posterior tumpul, ovarium Iebih panjang dengan banyak cabang. Sedangkan F.hepatica mempunyai pundak lebar dan ujung posterior lancip. Telur Fgigantica berukuran 160-196x90-100 mm, dan telur F.hepatica berukuran 130-148x60-90 mm.
Sifat Agen Penyakit
Penyakit ini terdapat di daerah yang lembab dan basah. F. gigantica tersebar di daerah tropis dan subtropis di Afrika dan Asia, sedangkan F. hepatica tersebar di daerah dingin dan dataran tinggi di Afrika, Asia, Australia, Amerika Utara dan Selatan. Penyakit ini sangat penting baik di negara yang beriklim tropis maupun subtropis, dan sebagai sumber perkembangbiakan adalah air.
Telur Fasciola sp. dapat bertahan selama 2-3 bulan dalam keadaan yang lembab (dalam feses) dan cepat mengalami kerusakan apabila berada dalam keadaan yang kering.
C. EPIDEMIOLOGI
1. Siklus Hidup
Di dalam tubuh inang utama yaitu ternak, ikan, dan manusia, cacing dewasa hidup di dalam hati dan bertelur di usus, kemudian telur keluar bersama dengan feses. Telur menetas menjadi larva dengan cilia (rambut getar) di seluruh permukaan tubuhnya (mirasidium). Larva mirasidium kemudian berenang mencari siput Lymnea.
Mirasidium akan mati bila tidak masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea rubiginosa). Mirasidium setelah berada di dalam tubuh siput selama 2 minggu berubah menjadi sporosis. Larva tersebut mempunyai kemampuan reproduksi secara asexual dengan cara paedogenesis di dalam tubuh siput, sehinga terbentuk larva yang banyak.
2. Spesies Rentan
Spesies rentan adalah sapi, kambing, domba, babi, kelinci, gajah, kuda, anjing, kucing, keledai, kijang, jerapah, zebra, kangguru dan manusia. Pada inang yang tidak biasa, seperti manusia dan kuda, cacing Fasciola dapat ditemukan dalam paru-paru, di bawah kulit atau pada organ lain. Hewan muda lebih rentan dibandingkan dengan hewan dewasa. Pada sapi dan kerbau umumnya bersifat kronik, sedangkan pada domba dan kambing bersifat akut.
3. Sifat Penyakit
Penyakit bersifat endemis dengan prevalensi pada hewan ruminansia besar dapat mencapai 60% dan pada domba 20%.
4. Cara Penularan
Hewan bertulang belakang terinfestasi secara tidak sengaja menelan metasarkaria yang menempel pada tumbuhan air/rumput atau air minum yang mengandung metaserkaria. Di dalam usus manusia, parasit keluar dari kista (ekskistasi) dan bermigrasi dengan menembus dinding usus dan rongga perut menuju ke hati. Selanjutnya menuju dan tinggal di dalam suran empedu. Proses pendewasaan di dalam hati atau kantung empedu memerlukan waktu 2 (dua) bulan. Telur melewati saluran empedu menuju usus dan keluar ke tanah atau air bersama dengan feses. Seluruh siklus hidup memerlukan waktu 5 (lima) bulan.
D. PENGENALAN PENYAKIT
Di dalam tubuh inang utama yaitu ternak, ikan, dan manusia, cacing dewasa hidup di dalam hati dan bertelur di usus, kemudian telur keluar bersama dengan feses. Telur menetas menjadi larva dengan cilia (rambut getar) di seluruh permukaan tubuhnya (mirasidium). Larva mirasidium kemudian berenang mencari siput Lymnea.
Mirasidium akan mati bila tidak masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea rubiginosa). Mirasidium setelah berada di dalam tubuh siput selama 2 minggu berubah menjadi sporosis. Larva tersebut mempunyai kemampuan reproduksi secara asexual dengan cara paedogenesis di dalam tubuh siput, sehinga terbentuk larva yang banyak.
Gambar 2 . Siklus Hidup F.Hepatica |
Spesies rentan adalah sapi, kambing, domba, babi, kelinci, gajah, kuda, anjing, kucing, keledai, kijang, jerapah, zebra, kangguru dan manusia. Pada inang yang tidak biasa, seperti manusia dan kuda, cacing Fasciola dapat ditemukan dalam paru-paru, di bawah kulit atau pada organ lain. Hewan muda lebih rentan dibandingkan dengan hewan dewasa. Pada sapi dan kerbau umumnya bersifat kronik, sedangkan pada domba dan kambing bersifat akut.
3. Sifat Penyakit
Penyakit bersifat endemis dengan prevalensi pada hewan ruminansia besar dapat mencapai 60% dan pada domba 20%.
4. Cara Penularan
Hewan bertulang belakang terinfestasi secara tidak sengaja menelan metasarkaria yang menempel pada tumbuhan air/rumput atau air minum yang mengandung metaserkaria. Di dalam usus manusia, parasit keluar dari kista (ekskistasi) dan bermigrasi dengan menembus dinding usus dan rongga perut menuju ke hati. Selanjutnya menuju dan tinggal di dalam suran empedu. Proses pendewasaan di dalam hati atau kantung empedu memerlukan waktu 2 (dua) bulan. Telur melewati saluran empedu menuju usus dan keluar ke tanah atau air bersama dengan feses. Seluruh siklus hidup memerlukan waktu 5 (lima) bulan.
D. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala Klinis
Berat ringannya fasciolosis tergantung pada jumlah metaserkaria yang tertelan dan infektifitasnya. Bila metaserkaria yang tertelan sangat banyak akan mengakibatkan kematian pada ternak sebelum cacing tersebut mencapai dewasa. Selain itu, tergantung pula pada stadium infestasi yaitu migrasi cacing muda dan perkembangan cacing dewasa dalam saluran empedu, serta infestasi Fasciola sp. dapat bersifat akut maupun kronis. Infestasi F.gigantica pada domba dan kambing biasanya bersifat akut dan fatal.
Bentuk akut:
Bentuk ini disebabkan adanya migrasi cacing muda di dalam jaringan hati, sehingga menyebabkan kerusakan jaringan hati. Ternak menjadi lemah, nafas cepat dan pendek, perut membesar dan rasa sakit.
Bentuk kronis:
F.gigantiga mencapai dewasa 4-5 bulan setelah infestasi, gejala yang nampak adalah anemia, sehingga menyebabkan ternak lesu, lemah, nafsu makan menurun, cepat mengalami kelelahan, membrana mukosa pucat, diare dan edema di antara sudut dagu dan bawah perut, ikterus dan kematian dapat terjadi dalam waktu 1-3 bulan.
2. Patologi
Lesi yang disebabkan oleh infestasi cacing Fasciola sp pada semua ternak hampir sama tergantung tingkat infestasinya. Lesi yang timbul pada keadaan akut berhubungan dengan migrasi cacing muda dalam hati yang mengakibatkan perdarahan dalam kapsula hati. Perkembangan cacing mengakibatkan luka yang makin besar yang akhirnya timbul nekrosis disertai dengan hiperpilasia saluran empedu, dan adanya gejala ikterus.
Lesi yang terjadi pada ternak yang terinfestasi kronis secara histopatologi terlihat gambaran dilatasi dan penebalan saluran empedu, serta fibrosis periportal dan infiltrasi eosinofil, limfosit dan makrofag. Pada infestasi yang berat mengakibatkan fibrosis, hiperplasia dan kalsifikasi pada saluran empedu.
3. Diagnosa
a. Diagnosa klinis
Diagnosa berdasarkan gejala klinis sulit dilakukan, maka sebagai penunjang diagnosa dapat digunakan pemeriksaan ultra sonografi (USG).
b. Diagnosa laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan melalui pemeriksaan feses, biopsi hati, uji serologi untuk deteksi antibodi dan antigen serta western blotting.
4. Diagnosa banding
a. Pada bentuk akut dapat keliru dengan hepatitis karena gangguan nutrisi b. Migrasi intra hepatik dari larva Taenia hydatigena
c. Pada bentuk kronis dapat keliru dengan :
- infestasi cacing saluran pencernaan lain
- bovine paratubercular enteritis
E. PENGENDALIAN
1. Pengobatan
a. Pada manusia digunakan triclabendazole dengan dosis 10-12 mg/kg bb dan nitazoxanide.
b. Nitroxinil dengan dosis 10 mg/kg untuk sapi, kerbau dan domba, dengan daya bunuh sangat efektif (100%) pada infestasi setelah 6 minggu. Namun pengobatan dengan obat ini perlu diulang 8-12 minggu setelah pengobatan pertama.
c. Rafoxanide dengan dosis 10 mg/kg untuk domba, 10-15 mg/kg untuk sapi. Obat ini efektif untuk mengobati cacing trematoda dan nematoda, baik cacing muda maupun dewasa.
d. Mebendazol dengan dosis 100 mg/kg efektif (94 %) untuk membunuh cacing hati dan cacing nematoda.
2. Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan a. Pelaporan
(1) Melakukan pemeriksaan ternak di rumah potong hewan
(2) Menyampaikan laporan kepada Dinas setempat
b. Pencegahan
Dalam rangka pencegahan, perlu adanya perbaikan tata cara pemberian pakan pada ternak, yaitu dihindarkan pengambilan jerami yang berasal dari sawah dekat kandang. Bila terpaksa, jerami tersebut harus diambil dengan pemotongan minimal 30 cm dari permukaan tanah. Jerami yang berasal dari sekitar pemukiman atau dekat kandang perlu dikeringkan dengan cara dijemur, minimal 3 hari di bawah sinar matahari.
c. Pengendalian dan Pemberantasan
Ada 5 (lima) kelompok zat kimia yang dapat digunakan untuk memberantas Fasciola (fasciolides), yaitu :
(1) Kelompok fenol halogenasi
- Bithionol,
- Hexachlorophene,
- Nitroxynil
(2) Kelompok salicylanilides :
- Closantel,
- Rafoxanide
(3) Kelompok benzimidazoles :
- Triclabendazole,
- Albendazole,
- Mebendazol, luxabendazole
(4) Kelompok sulphonamides :
- Clorsulon
(5) Kelompok phenoxyalkanes :
- Diamphenetide
Pemberantasan inang sementara, yaitu siput air tawar L. rubiginosa dengan menggunakan molukisida, seperti copper sulfat. Selain itu, pemberantasan siput secara biologik dapat dilakukan dengan melepaskan bebek/itik. Namun, sebagai perbaikan tatalaksana dalam beternak, sebaiknya dihindarkan penggembalaan bebek/itik pada daerah yang tergenang air.
Pemutusan siklus hidup fasciolosis dapat dilakukan dengan menghindari menggembalakan ternak pada pagi hari, sehingga ternak tidak mengkonsumsi ujung rumput yang masih basah oleh embun dan kemungkinan mengandung metaserkaria. Pada manusia, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memasak daging/hati secara sempurna.
Berat ringannya fasciolosis tergantung pada jumlah metaserkaria yang tertelan dan infektifitasnya. Bila metaserkaria yang tertelan sangat banyak akan mengakibatkan kematian pada ternak sebelum cacing tersebut mencapai dewasa. Selain itu, tergantung pula pada stadium infestasi yaitu migrasi cacing muda dan perkembangan cacing dewasa dalam saluran empedu, serta infestasi Fasciola sp. dapat bersifat akut maupun kronis. Infestasi F.gigantica pada domba dan kambing biasanya bersifat akut dan fatal.
Bentuk akut:
Bentuk ini disebabkan adanya migrasi cacing muda di dalam jaringan hati, sehingga menyebabkan kerusakan jaringan hati. Ternak menjadi lemah, nafas cepat dan pendek, perut membesar dan rasa sakit.
Bentuk kronis:
F.gigantiga mencapai dewasa 4-5 bulan setelah infestasi, gejala yang nampak adalah anemia, sehingga menyebabkan ternak lesu, lemah, nafsu makan menurun, cepat mengalami kelelahan, membrana mukosa pucat, diare dan edema di antara sudut dagu dan bawah perut, ikterus dan kematian dapat terjadi dalam waktu 1-3 bulan.
2. Patologi
Lesi yang disebabkan oleh infestasi cacing Fasciola sp pada semua ternak hampir sama tergantung tingkat infestasinya. Lesi yang timbul pada keadaan akut berhubungan dengan migrasi cacing muda dalam hati yang mengakibatkan perdarahan dalam kapsula hati. Perkembangan cacing mengakibatkan luka yang makin besar yang akhirnya timbul nekrosis disertai dengan hiperpilasia saluran empedu, dan adanya gejala ikterus.
Gambar 3. Hati yang terinfeksi Fasciola gigantica |
3. Diagnosa
a. Diagnosa klinis
Diagnosa berdasarkan gejala klinis sulit dilakukan, maka sebagai penunjang diagnosa dapat digunakan pemeriksaan ultra sonografi (USG).
b. Diagnosa laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan melalui pemeriksaan feses, biopsi hati, uji serologi untuk deteksi antibodi dan antigen serta western blotting.
4. Diagnosa banding
a. Pada bentuk akut dapat keliru dengan hepatitis karena gangguan nutrisi b. Migrasi intra hepatik dari larva Taenia hydatigena
c. Pada bentuk kronis dapat keliru dengan :
- infestasi cacing saluran pencernaan lain
- bovine paratubercular enteritis
E. PENGENDALIAN
1. Pengobatan
a. Pada manusia digunakan triclabendazole dengan dosis 10-12 mg/kg bb dan nitazoxanide.
b. Nitroxinil dengan dosis 10 mg/kg untuk sapi, kerbau dan domba, dengan daya bunuh sangat efektif (100%) pada infestasi setelah 6 minggu. Namun pengobatan dengan obat ini perlu diulang 8-12 minggu setelah pengobatan pertama.
c. Rafoxanide dengan dosis 10 mg/kg untuk domba, 10-15 mg/kg untuk sapi. Obat ini efektif untuk mengobati cacing trematoda dan nematoda, baik cacing muda maupun dewasa.
d. Mebendazol dengan dosis 100 mg/kg efektif (94 %) untuk membunuh cacing hati dan cacing nematoda.
2. Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan a. Pelaporan
(1) Melakukan pemeriksaan ternak di rumah potong hewan
(2) Menyampaikan laporan kepada Dinas setempat
b. Pencegahan
Dalam rangka pencegahan, perlu adanya perbaikan tata cara pemberian pakan pada ternak, yaitu dihindarkan pengambilan jerami yang berasal dari sawah dekat kandang. Bila terpaksa, jerami tersebut harus diambil dengan pemotongan minimal 30 cm dari permukaan tanah. Jerami yang berasal dari sekitar pemukiman atau dekat kandang perlu dikeringkan dengan cara dijemur, minimal 3 hari di bawah sinar matahari.
c. Pengendalian dan Pemberantasan
Ada 5 (lima) kelompok zat kimia yang dapat digunakan untuk memberantas Fasciola (fasciolides), yaitu :
(1) Kelompok fenol halogenasi
- Bithionol,
- Hexachlorophene,
- Nitroxynil
(2) Kelompok salicylanilides :
- Closantel,
- Rafoxanide
(3) Kelompok benzimidazoles :
- Triclabendazole,
- Albendazole,
- Mebendazol, luxabendazole
(4) Kelompok sulphonamides :
- Clorsulon
(5) Kelompok phenoxyalkanes :
- Diamphenetide
Pemberantasan inang sementara, yaitu siput air tawar L. rubiginosa dengan menggunakan molukisida, seperti copper sulfat. Selain itu, pemberantasan siput secara biologik dapat dilakukan dengan melepaskan bebek/itik. Namun, sebagai perbaikan tatalaksana dalam beternak, sebaiknya dihindarkan penggembalaan bebek/itik pada daerah yang tergenang air.
Pemutusan siklus hidup fasciolosis dapat dilakukan dengan menghindari menggembalakan ternak pada pagi hari, sehingga ternak tidak mengkonsumsi ujung rumput yang masih basah oleh embun dan kemungkinan mengandung metaserkaria. Pada manusia, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memasak daging/hati secara sempurna.
F. DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1993. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Jakarta. Anonim 1990. Data Ekonomi Akibat Penyakit Hewan. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta.
Anonim 1990. Data Ekonomi Akibat Penyakit. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta.
Anonim 2010. Daur Hidup Fasciola. http://impact23.wordpress.com/2010/03/09/ daur-hidup-fasciola-hepatica/ [22 Oktober 2012]
Anonim 2010. Kajian Fasciolasis pada Sapi Potong. http://www.docstoc. com/docs/22678311/Kajian-fasciolosis-pada-sapi-potong-di-rumah- pemotongan-hewan
Anonim. 2012. Faciolosi.http://en.wikipedia.org/wiki/Fasciolosis [22 Oktober 2012] Anonim. 2012. Calivita/ Parasites. http://www.e-cleansing.com/parasites/fasciolosis. html [22 Oktober 2012]
Beriajaya dan Ronohardjo 1988. Pengendalian Penyakit pada Ternak Domba. Hasil Temu Tugas Pengembangan Usaha Ternak Domba di Jawa Tengah, Kendal. Hal: 16-19.
Boray JC 1978. The Potential Impact of Exotic Lymnaea spp, on Fascioliasis in Australia. J. Vet. Parasitol. 4: 127-141.
Boray JC 1982. Handbook Series in Zoonosis Section C : Parasitic Zoonotic Vol. Ill. CRC Press inc. Boca Raton, Florida Hal: 71-81.
Boray JC 1985. Fluke in Domestic Animal. Amsterdam Oxford, New York, Tokyo. Hal : 188-195.
Dumag PU, Batalos JA, Escaider NBC, AN dan Pajudo CE 1976. The Encysment of F. gigantica Metacercariae on Differrent Pasture Grasses
Edney JM and A Muchlis 1962. Fascioliasis in Indonesian Livestock. Comm. Vet. 2: 49-62.
Estuningsih SE, G Adiwinata, S Widjajanti dan D Piedrafita 2004. Pengembangan Teknik Diagnosa Fasciolosis pada Sapi dengan Antibodi Monoklonal dalam Capture ELISA untuk Deteksi Antigen. Pros. Seminar Nasional Parasitologi dan Toksikologi Veteriner. 20-21 April, Bogor. hlm. 27-43.
Fatima EI-Samani MM, Mahmoud MT, Fawi AA, Gamel and Haroun E M. 2004. Serum Enzyme Activity and Bilirubin Concentration in Sheep Experimentally Infected with Fasciola gigantica J. Comp Path. Vol 95. Hal: 499- 503.
Galloway JH 1974. Farm Animal Health and Disease Control. Lea & Febiger Philadelphia. Hal: 286
Georgi 1980. Review of Medical Phisiology. Lange Medical Library, California Hal: 314-319
Hall HTB 1989. Desease and Parasites of Livestock in the Tropics. 21nd Longman. London and New York. Hal: 207-212
Hammond JA and Sewell MM 1990. Diseases Caused by Helminths. In “Handbook on Animal Diseases in the Tropic” Translated by Sewel, M.M.H dan Brocllesby, D.W. 41th Bailliere TindaIL London, Toronto. Philadelphia, Sydney, Tokyo, Hal: 119-123.
Hillyer GV 1999. Immunodiagnosis of Human and Animal Fasciolosis. In : Fasciolosis. DALTON, J.P. (Ed.). CAB International. pp. 4435-4447.
Anonim 1993. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Jakarta. Anonim 1990. Data Ekonomi Akibat Penyakit Hewan. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta.
Anonim 1990. Data Ekonomi Akibat Penyakit. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta.
Anonim 2010. Daur Hidup Fasciola. http://impact23.wordpress.com/2010/03/09/ daur-hidup-fasciola-hepatica/ [22 Oktober 2012]
Anonim 2010. Kajian Fasciolasis pada Sapi Potong. http://www.docstoc. com/docs/22678311/Kajian-fasciolosis-pada-sapi-potong-di-rumah- pemotongan-hewan
Anonim. 2012. Faciolosi.http://en.wikipedia.org/wiki/Fasciolosis [22 Oktober 2012] Anonim. 2012. Calivita/ Parasites. http://www.e-cleansing.com/parasites/fasciolosis. html [22 Oktober 2012]
Beriajaya dan Ronohardjo 1988. Pengendalian Penyakit pada Ternak Domba. Hasil Temu Tugas Pengembangan Usaha Ternak Domba di Jawa Tengah, Kendal. Hal: 16-19.
Boray JC 1978. The Potential Impact of Exotic Lymnaea spp, on Fascioliasis in Australia. J. Vet. Parasitol. 4: 127-141.
Boray JC 1982. Handbook Series in Zoonosis Section C : Parasitic Zoonotic Vol. Ill. CRC Press inc. Boca Raton, Florida Hal: 71-81.
Boray JC 1985. Fluke in Domestic Animal. Amsterdam Oxford, New York, Tokyo. Hal : 188-195.
Dumag PU, Batalos JA, Escaider NBC, AN dan Pajudo CE 1976. The Encysment of F. gigantica Metacercariae on Differrent Pasture Grasses
Edney JM and A Muchlis 1962. Fascioliasis in Indonesian Livestock. Comm. Vet. 2: 49-62.
Estuningsih SE, G Adiwinata, S Widjajanti dan D Piedrafita 2004. Pengembangan Teknik Diagnosa Fasciolosis pada Sapi dengan Antibodi Monoklonal dalam Capture ELISA untuk Deteksi Antigen. Pros. Seminar Nasional Parasitologi dan Toksikologi Veteriner. 20-21 April, Bogor. hlm. 27-43.
Fatima EI-Samani MM, Mahmoud MT, Fawi AA, Gamel and Haroun E M. 2004. Serum Enzyme Activity and Bilirubin Concentration in Sheep Experimentally Infected with Fasciola gigantica J. Comp Path. Vol 95. Hal: 499- 503.
Galloway JH 1974. Farm Animal Health and Disease Control. Lea & Febiger Philadelphia. Hal: 286
Georgi 1980. Review of Medical Phisiology. Lange Medical Library, California Hal: 314-319
Hall HTB 1989. Desease and Parasites of Livestock in the Tropics. 21nd Longman. London and New York. Hal: 207-212
Hammond JA and Sewell MM 1990. Diseases Caused by Helminths. In “Handbook on Animal Diseases in the Tropic” Translated by Sewel, M.M.H dan Brocllesby, D.W. 41th Bailliere TindaIL London, Toronto. Philadelphia, Sydney, Tokyo, Hal: 119-123.
Hillyer GV 1999. Immunodiagnosis of Human and Animal Fasciolosis. In : Fasciolosis. DALTON, J.P. (Ed.). CAB International. pp. 4435-4447.
Kementan, 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia
Losos GJ 1986. Infectious Tropical Diseases of Domestic Animals. 11s Longman Scientific Technical Hal : 881-894
Mukhlis A 1985. Identitas Cacing Hati (Fasciola sp.) dan Daur Hidupnya di Indonesia. Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor
Ogunrinade A 1984. Infetifity and Pathogenecity of F. gigantica in West Africa Dwarf Sheep and Goats. Trop. Anim. Health. Prod 16: 161-166
Suhardono, Sri Widjajanti, Partoutomo S 1997. Strategi Penanggulangan Fasciolosis oleh Fasciola gigantica Secara Terpadu pada Ternak yang Dipelihara di Lahan Pertanian dengan Sistim Irigasi Intensif. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Hal 122-132
Suhardono 1997. Epidemiology and Control of Fasciolosis by Fasciola gigantica in Ongole Cattle in West Java. thesis. James Cook University of North Queensland, Australia.
Taylor 1964. Fascioliasis. The Liver Fluke FAO of The Nations Rome Hal : 11- 49
Troncy M 1989. Helminths of Livestock and Poultry in Tropical Africa. In “ Manual of Tropical Veteriner Parasitology” ( Shah-Fisher. M and Say, R. R eds). C,A,B International. Hal: 63-74.
Urquhart GM, Armour J, Duncan J, Dunn AM and Jening FW 1998. Veterinary Parasitology. ELBS Longman. London Hal 100-109.
Wiedosari E and DB Copeman 1990. High Resistance to Experimental Iinfection with Fasciola gigantica in Javanese. Thin-Tailed Sheep. Vet. Parasitol. 37: 101-111.
Mukhlis A 1985. Identitas Cacing Hati (Fasciola sp.) dan Daur Hidupnya di Indonesia. Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor
Ogunrinade A 1984. Infetifity and Pathogenecity of F. gigantica in West Africa Dwarf Sheep and Goats. Trop. Anim. Health. Prod 16: 161-166
Suhardono, Sri Widjajanti, Partoutomo S 1997. Strategi Penanggulangan Fasciolosis oleh Fasciola gigantica Secara Terpadu pada Ternak yang Dipelihara di Lahan Pertanian dengan Sistim Irigasi Intensif. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Hal 122-132
Suhardono 1997. Epidemiology and Control of Fasciolosis by Fasciola gigantica in Ongole Cattle in West Java. thesis. James Cook University of North Queensland, Australia.
Taylor 1964. Fascioliasis. The Liver Fluke FAO of The Nations Rome Hal : 11- 49
Troncy M 1989. Helminths of Livestock and Poultry in Tropical Africa. In “ Manual of Tropical Veteriner Parasitology” ( Shah-Fisher. M and Say, R. R eds). C,A,B International. Hal: 63-74.
Urquhart GM, Armour J, Duncan J, Dunn AM and Jening FW 1998. Veterinary Parasitology. ELBS Longman. London Hal 100-109.
Wiedosari E and DB Copeman 1990. High Resistance to Experimental Iinfection with Fasciola gigantica in Javanese. Thin-Tailed Sheep. Vet. Parasitol. 37: 101-111.