A. PENDAHULUAN
Kaskado atau Stephanofilariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Filaria dari genus Stephanofilaria, menyebabkan lesi pada kulit yang ditandai dengan alopecia dan dermatitis nodular ulseratif pada sapi, kerbau, kambing, dan hewan mamalia lainnya. Dalam banyak kasus, luka dapat muncul kembali karena obstruksi dari saluran getah bening. Penyakit ini bersifat zoonosis, akan tetapi kejadian pada manusia masih jarang ditemukan.
Di Indonesia, penyakit ini pertama kali diidentifikasi penyebabnya dan dilaporkan pada tahun 1933. Daerah penyebaran penyakit ini sampai sekarang masih terbatas, namun bila suatu daerah sudah terinfestasi, maka jumlah penderitanya dapat meluas dan dapat mencapai lebih dari 90 %. Hewan yang terkena penyakit ini masih dapat digunakan untuk bekerja namun kinerjanya berkurang. Selain itu adanya bekas luka pada kulit akan menurunkan harga jual kulit dan harga ternak.
B. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh cacing Stephanofilaria duodesi dan Stephanofilaria stillesi yang merupakan anggota dari famili Atracticae dan ordo Spirurodia, genus Stephanofilaria. Cacing ini ditandai dengan mulut yang sirkuler dan menonjol dengan cincin di tepi spina kecilnya, terdapat pula lingkaran spina lain disela-sela amfida.
Cacing ini sering ditemukan pada permukaan kulit bagian ventral sapi, cacing jantan panjangnya 3.0-3.5 nm dengan diameter 40-50 µ, sedangkan spikulum kiri 276 µ dan spikulum kanan 47 µ. Cacing betina panjangnya 5.6-5.8 nm dengan diameter 100-117 µ. Mikrofilaria terdapat di dalam kulit dengan panjang 45-60 mikron dan berdiameter 2-4 µ.
C. EPIDEMIOLOGI
1. Siklus Hidup
Siklus hidupnya tidak langsung dan memerlukan lalat sebagai vektor, yaitu lalat Haematobia irritans. Lalat dewasa mengeluarkan mikrofilaria. Mikrofilaria diperoleh dengan cara hisapan lesi terbuka pada hewan yang terinfestasi cacing Stefanofilaria. Inang akhir terinfestasi ketika larva lalat terdeposit pada bagian kulit yang tidak terluka, menyebabkan peradangan dan kerusakan folikel rambut serta sel epitel.
2. Sifat Alami Agen
Cacing ini bersifat viviparus, cacing betina mengeluarkan mikrofilaria, dan cacing dewasanya hidup pada lapisan epitel kulit, membentuk kista, serta menimbulkan peradangan pada lapisan malpighi, sehingga terjadi kerusakan dan proliferasi sel-sel epitel.
Stephanofilaria dapat dicirikan sebagai agen penyakit yang biasa terdapat pada hunian padang rumput dengan jumlah kotoran basah yang banyak, terutama di musim panas dan hujan.
3. Spesies Rentan
Cacing S.dedoesi dan S.stilesi umumnya menyerang sapi, meskipun di Sulawesi dan Malaysia pernah dilaporkan menyerang kerbau dan kambing. Spesies lain dari cacing Stephanofilaria dilaporkan menyerang kambing (S.assamensis), badak (S.dinniki), gajah (S.srivastavie). Sedangkan di Boyolali, Jawa Tengah, pernah dilaporkan bahwa Kaskado sebanyak 98 % menyerang sapi perah selama lebih dari 2 tahun.
D. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala Klinis
Kaskado yang disebabkan oleh Stephanofilaria dedoesi diketahui dari luka pada kulit yang tertutup oleh keropeng dan kelihatan tebal. Pada tahap awal, kelainan kulit berupa lepuh kecil, kemudian menjadi luka yang besar. Proses ini meluas ke perifer, dan pada keadaan lanjut dapat menjadi luka dengan garis tengah mencapai 25 cm. Luka tersebut sering terdapat pada bagian atas leher, daerah punuk, gelambir, bahu, sekitar mata dan kaki.
Stephanofilaria kaeli menyebabkan luka yang bersifat proliferasi di sekitar persendian tarsal dan karpal pada kaki, sendi kuku, puting susu dan kadang pada kulit telinga. Sedangkan Stephanofilariasis pada sapi yang disebabkan oleh S. stilesi mengakibatkan lesi kulit pada bagian bawah tubuh (abdomen) dan kadang pada kulit telinga.
Lesi dapat terjadi di berbagai bagian tubuh, khususnya skrotum, pelvis, leher, dan ambing. Penyakit ini diakui sebagai salah satu penyebab utama penyakit kulit ambing pada sapi. Akibat rasa sakit dan tidak nyaman oleh lesi mengakibatkan hewan stres, nafsu makan berkurang, dan berdampak pada penurunan produksi susu dan daging. Ukuran lesi umumnya proporsional sesuai dengan umur dan ukuran hewan. Hewan betina biasanya memiliki diameter lesi yang lebih besar daripada hewan jantan.
Kaskado atau Stephanofilariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Filaria dari genus Stephanofilaria, menyebabkan lesi pada kulit yang ditandai dengan alopecia dan dermatitis nodular ulseratif pada sapi, kerbau, kambing, dan hewan mamalia lainnya. Dalam banyak kasus, luka dapat muncul kembali karena obstruksi dari saluran getah bening. Penyakit ini bersifat zoonosis, akan tetapi kejadian pada manusia masih jarang ditemukan.
Di Indonesia, penyakit ini pertama kali diidentifikasi penyebabnya dan dilaporkan pada tahun 1933. Daerah penyebaran penyakit ini sampai sekarang masih terbatas, namun bila suatu daerah sudah terinfestasi, maka jumlah penderitanya dapat meluas dan dapat mencapai lebih dari 90 %. Hewan yang terkena penyakit ini masih dapat digunakan untuk bekerja namun kinerjanya berkurang. Selain itu adanya bekas luka pada kulit akan menurunkan harga jual kulit dan harga ternak.
B. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh cacing Stephanofilaria duodesi dan Stephanofilaria stillesi yang merupakan anggota dari famili Atracticae dan ordo Spirurodia, genus Stephanofilaria. Cacing ini ditandai dengan mulut yang sirkuler dan menonjol dengan cincin di tepi spina kecilnya, terdapat pula lingkaran spina lain disela-sela amfida.
Cacing ini sering ditemukan pada permukaan kulit bagian ventral sapi, cacing jantan panjangnya 3.0-3.5 nm dengan diameter 40-50 µ, sedangkan spikulum kiri 276 µ dan spikulum kanan 47 µ. Cacing betina panjangnya 5.6-5.8 nm dengan diameter 100-117 µ. Mikrofilaria terdapat di dalam kulit dengan panjang 45-60 mikron dan berdiameter 2-4 µ.
C. EPIDEMIOLOGI
1. Siklus Hidup
Siklus hidupnya tidak langsung dan memerlukan lalat sebagai vektor, yaitu lalat Haematobia irritans. Lalat dewasa mengeluarkan mikrofilaria. Mikrofilaria diperoleh dengan cara hisapan lesi terbuka pada hewan yang terinfestasi cacing Stefanofilaria. Inang akhir terinfestasi ketika larva lalat terdeposit pada bagian kulit yang tidak terluka, menyebabkan peradangan dan kerusakan folikel rambut serta sel epitel.
2. Sifat Alami Agen
Cacing ini bersifat viviparus, cacing betina mengeluarkan mikrofilaria, dan cacing dewasanya hidup pada lapisan epitel kulit, membentuk kista, serta menimbulkan peradangan pada lapisan malpighi, sehingga terjadi kerusakan dan proliferasi sel-sel epitel.
Stephanofilaria dapat dicirikan sebagai agen penyakit yang biasa terdapat pada hunian padang rumput dengan jumlah kotoran basah yang banyak, terutama di musim panas dan hujan.
3. Spesies Rentan
Cacing S.dedoesi dan S.stilesi umumnya menyerang sapi, meskipun di Sulawesi dan Malaysia pernah dilaporkan menyerang kerbau dan kambing. Spesies lain dari cacing Stephanofilaria dilaporkan menyerang kambing (S.assamensis), badak (S.dinniki), gajah (S.srivastavie). Sedangkan di Boyolali, Jawa Tengah, pernah dilaporkan bahwa Kaskado sebanyak 98 % menyerang sapi perah selama lebih dari 2 tahun.
D. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala Klinis
Kaskado yang disebabkan oleh Stephanofilaria dedoesi diketahui dari luka pada kulit yang tertutup oleh keropeng dan kelihatan tebal. Pada tahap awal, kelainan kulit berupa lepuh kecil, kemudian menjadi luka yang besar. Proses ini meluas ke perifer, dan pada keadaan lanjut dapat menjadi luka dengan garis tengah mencapai 25 cm. Luka tersebut sering terdapat pada bagian atas leher, daerah punuk, gelambir, bahu, sekitar mata dan kaki.
Stephanofilaria kaeli menyebabkan luka yang bersifat proliferasi di sekitar persendian tarsal dan karpal pada kaki, sendi kuku, puting susu dan kadang pada kulit telinga. Sedangkan Stephanofilariasis pada sapi yang disebabkan oleh S. stilesi mengakibatkan lesi kulit pada bagian bawah tubuh (abdomen) dan kadang pada kulit telinga.
Lesi dapat terjadi di berbagai bagian tubuh, khususnya skrotum, pelvis, leher, dan ambing. Penyakit ini diakui sebagai salah satu penyebab utama penyakit kulit ambing pada sapi. Akibat rasa sakit dan tidak nyaman oleh lesi mengakibatkan hewan stres, nafsu makan berkurang, dan berdampak pada penurunan produksi susu dan daging. Ukuran lesi umumnya proporsional sesuai dengan umur dan ukuran hewan. Hewan betina biasanya memiliki diameter lesi yang lebih besar daripada hewan jantan.
Gambar 1. Gambaran klinis karakteristik lesi Stephanofilaria stilesi pada ambing sapi menyusui dan lesi yang terletak di wilayah perbatasan antara dinding perut ventral dan ambing |
2. Patologi
Penyakit ini tidak menimbulkan kematian, dan perubahan pasca mati hanya terjadi pada kulit seperti nampak pada gejala klinis.
3. Diagnosa
Diagnosa berdasarkan pada gejala klinis dan diagnosa laboratorium yang dikonfirmasi dengan menemukan cacing pada kerokan kulit yang mengalami lesi dari hewan penderita.
4. Diagnosa Banding
Penyakit myasis
E. PENGENDALIAN
1. Pengobatan
Pengobatan lesi kaskado sangat sulit dan perlu waktu yang lama, sehingga nilai ekonomis hewan pun menurun. Senyawa organofosfat seperti trichlorphon untuk penggunaan topical cukup efektif karena cacing mengalami paralisis spastik dan mati.
Obat antiparasit berspektrum luas seperti Ivermectin dan Doramectin telah dilaporkan mampu mengobati Kaskado di lapangan. Pemberian Ivermectin dengan dosis 200 μg/kg BB secara subkutan dan Doramectin 200 μg/kg BB dapat menyembuhkan penyakit Kaskado pada sapi perah, dengan jangka waktu penyembuhan sekitar 10 hari.
2. Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
Penyakit ini tidak menimbulkan kematian, dan perubahan pasca mati hanya terjadi pada kulit seperti nampak pada gejala klinis.
3. Diagnosa
Diagnosa berdasarkan pada gejala klinis dan diagnosa laboratorium yang dikonfirmasi dengan menemukan cacing pada kerokan kulit yang mengalami lesi dari hewan penderita.
4. Diagnosa Banding
Penyakit myasis
E. PENGENDALIAN
1. Pengobatan
Pengobatan lesi kaskado sangat sulit dan perlu waktu yang lama, sehingga nilai ekonomis hewan pun menurun. Senyawa organofosfat seperti trichlorphon untuk penggunaan topical cukup efektif karena cacing mengalami paralisis spastik dan mati.
Obat antiparasit berspektrum luas seperti Ivermectin dan Doramectin telah dilaporkan mampu mengobati Kaskado di lapangan. Pemberian Ivermectin dengan dosis 200 μg/kg BB secara subkutan dan Doramectin 200 μg/kg BB dapat menyembuhkan penyakit Kaskado pada sapi perah, dengan jangka waktu penyembuhan sekitar 10 hari.
2. Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
a. Pelaporan
Bila terjadi kasus penyakit, sebaiknya kasus dilaporkan kepada Dinas Peternakan setempat, khususnya untuk daerah yang belum pernah tertular penyakit ini. Hewan sakit harus diisolasi dan diobati sampai sembuh. Selama sakit disarankan agar hewan tidak diperdagangkan atau dipindahkan ke lain daerah.
b. Pencegahan
Dilakukan pengobatan pada kulit yang luka agar tidak dihinggapi lalat. Selain itu dihindari bercampurnya sapi yang sehat dengan hewan penderita kaskado.
c. Pengendalian dan Pemberantasan
Pengendalian dan pemberantasan dilakukan terhadap vektornya atau tindak pengobatan pada hewan penderita untuk menghilangkan sumber penyakit. Pengendalian populasi lalat dapat dilakukan secara berkala dan teratur dengan penyemprotan insektisida antara lain dengan coumaphos 0,05-0,1 %, diazenon 0,5 % dan malathion 0,02 %. Penyemprotan atau pemberian obat dilakukan langsung pada kulit yang mengalami lesi atau luka untuk membunuh cacing.
Perlakuan Pemotongan Hewan dan Daging
Hewan penderita kaskado boleh dipotong dan dagingnya dapat dikonsumsi, setelah bagian lukanya dibuang. Demikian pula kulitnya dapat diolah menjadi bahan makanan setelah dibersihkan dari luka-luka yang ada.
Bila terjadi kasus penyakit, sebaiknya kasus dilaporkan kepada Dinas Peternakan setempat, khususnya untuk daerah yang belum pernah tertular penyakit ini. Hewan sakit harus diisolasi dan diobati sampai sembuh. Selama sakit disarankan agar hewan tidak diperdagangkan atau dipindahkan ke lain daerah.
b. Pencegahan
Dilakukan pengobatan pada kulit yang luka agar tidak dihinggapi lalat. Selain itu dihindari bercampurnya sapi yang sehat dengan hewan penderita kaskado.
c. Pengendalian dan Pemberantasan
Pengendalian dan pemberantasan dilakukan terhadap vektornya atau tindak pengobatan pada hewan penderita untuk menghilangkan sumber penyakit. Pengendalian populasi lalat dapat dilakukan secara berkala dan teratur dengan penyemprotan insektisida antara lain dengan coumaphos 0,05-0,1 %, diazenon 0,5 % dan malathion 0,02 %. Penyemprotan atau pemberian obat dilakukan langsung pada kulit yang mengalami lesi atau luka untuk membunuh cacing.
Perlakuan Pemotongan Hewan dan Daging
Hewan penderita kaskado boleh dipotong dan dagingnya dapat dikonsumsi, setelah bagian lukanya dibuang. Demikian pula kulitnya dapat diolah menjadi bahan makanan setelah dibersihkan dari luka-luka yang ada.
F. DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1981. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Jilid 3. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta, halaman 83-85.
Animal Health Care Center 2008. Cascado. http//www.vet-klinik.com.
Fadzil M, Cheah T S and Subramanian P 1973. Stephanofilaria kaeli Buckely 1937 as the Cause of Chronic Dermatitis on the Foot of a Goat and on theEars and Teats on Cattle in West Malaysia. Veterinary Record 92 : 316- 162.
Johnsons SJ 1983. Filarial Infections. Dalam A Course Manual in Veterinary Epidemiology, Edited by R.S.F. Campbell, Australian’s Universities International Development Program, Canberra, halaman: 155-162.
Kementan, 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia
Novaes AP, Bagnato VS, Miyashida AY, Flores FLE, Kurachi C 2006. Estefanofilariose : uma zoonose. São Carlos: Embrapa Instrumentação Agropecuária. 14 p. (Série Documentos, n. 21).
Novaes AP, Miyashida AY 2006. Estefanofilariose, vetores e mecanismo de transmissão: uma nota preliminar. São Carlos: Embrapa Instrumentação Agropecuária. 11 p. (Série Documentos, n. 22).
Silva LAF, Braga CASB, Fioravanti MCS 2001. Estefanofilariose em úbere de vacas lactantes: uma proposta de tratamento. In: CONGRESSO BRASILEIRO MEDICINA VETERINÁRIA, 28. Salvador. Anais Salvador: Studio R. p. 109.
Silva LAF, Rabelo RE, deMoura MI, Fioravanti MCS, Borges LMF, deOliveira CR 2010. Epidemiological Aspects and Treatment of Parasitic Lesions Similar to Stephanofilariasis Disease in Nursing Cows. Medicina Veterinaria 31 (3) : 689-698.
Sutherst RW, Bourne AS, Maywald GF, Seifert GW 2006. Prevalence, Severity, and Heritability of Stefanofilaria Lesions on Cattle in Central and Sourthern Queensland. Australian Journal Agricultural Research, Australia, v. 57, n. 7, p. 743-750.
Sutrisno, Unruh DHA, Wisynu dan Witono S 1985. Evaluasi Program Pengobatan Penyakit Kaskado pada Sapi Perah di Boyolali. Laporan Tahunan Hasil Penyidikan Penyakit Hewan di Indonesia Periode Tahun 1983-1984, Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian,Jakarta, halaman 10-17.
Tjahajati I, Yuriadi 2006. Pengobatan Filariasis pada Sapi Perah Menggunakan Ivermectin, Doramectin dan Salep Sulfanilamid. J. Sain Vet. 24(2):162 – 167.
Urquhart GM, Armour J, Ducan JL, Dunn AM, Jennings FW 1998. Parasitologia Veterinária. Rio de Janeiro: Guanabara Koogan. 306 p.
Watrelot-Virieux, Pin D 2006. Chronic Eosinophilic Dermatitis in the Scrotal Area Associated with Stephanofilariasis Infestation of Charolais Bull in France. Journal Veterinary Medicine, Unidet State, v. 53, p. 150-152. Serie B.
Wisynu S, Unruh DHA, Sutrisno dan Akoso BT 1985. Studi Pendahuluan Penyakit Kaskado pada Sapi Perah di Kabupaten Boyolali. Laporan Tahunan Hasil Penyidikan Penyakit Hewan di Indonesia Periode Tahun 1983-1964, Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Petemakan, Departemen Pertanian.Jakarta, halaman : 3-9.