Egg Drop Syndrome 1976 (EDS’76)

Egg Drop Syndrome 1976 (EDS’ 76) ditemukan oleh Van Eck di Belanda pada tahun 1976, Kejadian penyakit ditandai dengan penurunan produksi telur disertai kondisi kulit telur yang lunak atau kerabang tipis. Kejadian serupa terjadi di Irlandia Utara pada tahun 1977, yakni adanya penurunan produksi telur pada ayam petelur meskipun sudah divaksinasi oleh vaksin Marek’s, Infectious bronchitis (IB) dan Avian encephalomyelitis (AE), juga ayam tersebut bebas terhadap Newcastle Diseases (ND). Kemudian Adenovirus berhasil diisolasi, yang diberi nama strain 127, dari ayam penderita yang secara serologis dinyatakan positif. Virus EDS berbeda dengan Adenovirus lainnya, karena dapat mengaglutinasi eritrosit unggas.

Baxedale tahun 1978, melaporkan penyakit tersebut dapat ditemukan di Eropa termasuk Inggris dan berhasil mengisolasi Adenovirus dengan strain BC-14, sedangkan Yamaguchi tahun 1980 menemukan wabah serupa di Jepang dan berhasil mengisolasi adenovirus strain JPA-1, yang memiliki karakter sama dengan strain BC-14 dan strain 127.

ETIOLOGI

EDS’76 disebabkan oleh Adenovirus dari famili Adenoviridae. Virus EDS’76 dapat mengaglutinasi eritrosit ayam, itik dan kalkun. Virus EDS’76 diduga berasal dari adenovirus itik. Materi genetik virus tersusun dari DNA beruntai ganda (ds-DNA), bentuk ikosahedral dan berukuran 70 - 100 nm.

EPIDEMIOLOGI

1. Sifat Alami Agen
Virus tahan terhadap ether, chloroform dan relatif tahan pada pH 3,0 – 10,0 serta suhu 4 - 50°C. Virus menjadi inaktif pada suhu 60°C selama 30 menit, tetapi pada suhu 56°C tahan selama 3 jam. Virus juga tahan hidup dalam larutan 0,5% formaldehida. Virus berkembang biak pada inti sel dari organ terserang dan selanjutnya tampak sebagai inclusion bodies. Virus EDS’76 juga dapat dibiakkan pada jaringan fibroblast embrio itik, jaringan hati dan ginjal anak ayam, serta fibroblast embrio ayam. Pertumbuhan virus ditandai dengan adanya cytopathogenic effect (CPE).

2. Spesies Rentan
Spesies rentan adalah unggas, seperti ayam, itik, kalkun dan angsa. Semua ayam dapat tertular penyakit ini, terutama pada ayam dewasa umur 26-55 minggu. Grand parent broiler dengan warna telur coklat lebih cepat tertular dibandingkan dengan ayam dengan warna telur putih.

3. Pengaruh Lingkungan
Musim hujan dan kering tidak mempengaruhi secara langsung penyakit EDS’76, tetapi dapat memperberat kasus penyakit akibat faktor stres. komposisi/ kandungan gizi dalam pakan dapat mempengaruhi produksi telur.

4. Sifat Penyakit
Kecenderungan penyakit bersifat sporadis. Setelah virus masuk ke dalam tubuh hewan terinfeksi, virus akan berkembang dengan titer yang rendah pada mukosa nasal, yang diikuti dengan viremia sehingga virus akan bereplikasi pada jaringan lymphoid, kemudian bereplikasi lagi di dalam oviduct selama 8 hari, yang menyebabkan perubahan pada kerabang telur. Sekresi cairan untuk membentuk putih telur akan mengandung banyak virus sehingga mengkontaminasi pembentukan telur. Ayam yang ditetaskan dari telur terinfeksi akan mengekskresikan virus dan dalam tubuhnya terbentuk antibodi. virus akan kembali aktif dan antibodi yang terbentuk tidak akan meningkat sampai ayam bertelur kembali, sehingga virus akan berkembang di oviduct dan siklus akan kembali berulang.

5. Cara Penularan
Penyakit ditularkan secara vertikal melalui telur dari induk ke anaknya. Penularan juga dapat terjadi secara horizontal, biasanya berlangsung lambat. Virus disebarkan melalui sekresi trakea. Penularan dapat terjadi karena kontaminasi melalui makanan, minuman dan semen.

6. Distribusi penyakit
Kasus EDS’76 dilaporkan oleh Rumawas 1982, di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi secara klinis dan serologis. Juga ditemukan di beberapa peternakan di Bali dan NTT (Kupang) yang menyerang ayam ras petelur dan bersifat mewabah.

PENGENALAN PENYAKIT

1. Gejala Klinis
Gejala klinis EDS’76 biasanya tampak pada ayam berumur 25-35 minggu dengan gejala khas berupa penurunan produksi telur dengan kualitas jelek. Kualitas telur yang jelek dapat berupa hilang atau berkurangnya warna kulit telur, kulit telur lunak, tipis atau bahkan tanpa kulit dan ukuran telur menjadi sangat kecil. Penurunan produksi telur dapat mencapai 20-50%, keadaan ini berlangsung 6-8 minggu, sehingga puncak produksi tidak dapat tercapai. Gejala lain yang terlihat adalah ayam tampak sedikit lesu, nafsu makan berkurang, jengger dan pial pucat serta kadang disertai diare ringan. Ayam yang terserang EDS’76 sebelum dewasa kelamin tidak dapat mencapai produksi telur secara optimal.

2. Patologi
Pada umumnya tidak ada patologi anatomi yang spesifik, tetapi kadang terlihat adanya inflamasi dan kebengkakan pada ovarium, tuba faloopii dan uterus. Pada unggas terinfeksi ovarium menjadi tidak aktif dan terjadi atropi pada oviduct, uterus menjadi odema dan terdapat eksudat berwarna putih.
Perubahan histopatologi dapat dilihat pada oviduct dan uterus, terjadi degenerasi dan desquamasi pada sel epitel, atropi pada glandula uterina dan infiltrasi heterofil, limfosit dan plasmasit. Intranuclear inclusion bodies dapat ditemukan pada sel epitel dari uterus, istmus dan daerah vagina.
Gambar. Bentuk-bentuk telur abnormal akibat infeksi virus EDS’76. (Sumber : http://www.thepoultrysite.com/publications/6/disease-of- poultry/191/egg-drop-syndrome-1976)

3. Diagnosa
Diagnosa dapat ditetapkan berdasarkan gejala klinis, patologi anatomi ataupun pemeriksaan secara laboratoris. Isolasi virus dapat dilakukan pada telur ayam berembrio (TAB) atau kultur jaringan. Pada kultur jaringan pertumbuhan virus ditandai dengan adanya cytopathogenic effect (CPE). Identifikasi virus dapat dilakukan dengan uji Haemaglutinasi Inhibition (HI), Flourescent Antibody Technique (FAT), Agar Gel Precipitation (AGP) dan Virus neutralization (VN).

4. Diagnosa Banding
EDS dapat dikelirukan dengan beberapa penyakit lain, seperti : ND dan IB. Dari segi penurunan produksi telur dengan disertai produksi telur yang lembek dapat dikelirukan dengan Newcastle Diseases (ND). Dari segi ukuran telur yang kecil dan bentuk abnormal atau pengapuran kerabang tidak rata dapat dikelirukan dengan Infectious Bronchitis (IB).

5. Pengambilan dan Pengiriman Spesimen
Pada unggas hidup, spesimen dapat berupa swab trakea atau kloaka dan feses. Spesimen untuk isolasi virus berupa potongan usus (duodenum, jejunum), sekal tonsil, ginjal, trakea, faring, oviduk, uterus, tuba fallopii, hati dan darah dalam heparin dikirim dalam keadaan segar atau dalam pendingin es. Spesimen untuk pengujian antibodi yaitu serum ayam. Spesimen untuk pemeriksaan histopatologi berupa jaringan lengkap yang difiksasi dengan buffer formalin 10%.

PENGENDALIAN

1. Pengobatan
Tidak ada obat yang berhasil guna dalam menurunkan keparahan ataupun mengurangi gejala penyakit.

2. Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian Dan Pemberantasan 
a. Pelaporan
(1) Bila ditemukan penyakit EDS’76 dilaporkan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat dan selanjutnya diteruskan kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

(2) Peneguhan diagnosa dilakukan oleh Laboratorium Veteriner terakreditasi.

b. Pencegahan
Pencegahan terhadap EDS’76 dapat dilakukan dengan melakukan vaksinasi pada ayam menjelang produksi, yakni 3-4 minggu sebelum bertelur. Penularan EDS’76 dari itik atau angsa dapat dihindari dengan cara mencegah kontak antara unggas tersebut dengan peternakan ayam, menghindari penggunaan air minum dari sumber yang tercemar oleh unggas tersebut. Virus EDS’76 dapat ditularkan secara vertikal, oleh karena itu disarankan hanya beternak ayam yang berasal dari perusahaan pembibitan yang bebas dari virus tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2006. Egg Drop Syndrome. College of Veterinary Medicine Iowa State University. Iowa

Anonim 2008. Egg Drop Syndrome :Introduction, Merck & Co, Inc. WhitehouseStation. NJ USA

Anonim 1993. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.

Kementan, 2014. Manual Penyakit Hewan Mamalia Egg Drop Syndrome (EDS'76)

McNulty Stewart 2002. Egg Drop Syndrome Virus. Veterinary Sciences Queen,s University, UK

Tabbu CR 2000. Penyakit ayam dan Penanggulangannya. Penyakit Bakterial, Mikal dan Viral. Volume 1. Penerbit kanisius, Yogyakarta.